All Eyes on Papua, Bukti Kuasa Sawit Rampas Hak Hidup Rakyat Timur Indonesia

TL;DR

  1. Hutan adat Suku Awyu dan Suku Moi seluas 54.254 hektare di Papua terancam dideforestasi untuk ditanam kelapa sawit.
  2. Jika dibandingkan dengan luas lahan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), hutan seluas 54.254 hektare yang dideforestasi setara dengan 9 juta rumah subsidi Tapera.
  3. Deforestasi hutan adat Suku Awyu dan Suku Moi seluas 54.254 hektare juga menghilangkan potensi oksigen yang dihasilkan di kedua hutan wilayah tersebut sebanyak 32,6 juta kg oksigen.

 

All Eyes on Papua, Bukti Kuasa Sawit Rampas Hak Hidup Rakyat Timur Indonesia

 

Sawit. Bagi Indonesia komoditas ini adalah tanaman surga, andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara. Kalau saja bisa, mungkin pemerintah sudah mengekspansi seluruh wilayah di Indonesia jadi perkebunan sawit.

 

Sayangnya tidak, maka para penguasa menumbalkan wilayah-wilayah yang dianggap tak produktif, untuk diolah jadi sawit (tak) baik. Termasuk di dalamnya, hutan Papua. Hutan masyarakat adat Awyu di kawasan Boven Digoel, Papua Selatan seluas 36.094 hektare yang rencananya bakal dibabat untuk lahan perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari (IAL).

 

Sementara itu hutan adat Moi Sigin di kawasan Sorong, Papua Barat Daya seluas 18.160 hektare yang rencananya bakal dibabat untuk lahan perkebunan sawit oleh PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Total dari kedua hutan masyarakat adat tersebut yaitu seluas 54.254 hektare.

 

Deduktif membuat penjelasan ringkas tentang luasan hutan Boven Digoel dan hutan adat Moi Sigih agar mudah dipahami pembaca. Kami juga merangkum beragam kerugian jika gugatan hukum di Mahkamah Agung (MA) dari suku Awyu dan suku Moi melawan perusahaan sawit dikalahkan negara.

 

Sembilan Juta Rumah Subsidi

 

Berdasar Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023, luas tanah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) minimum 60 m2 dan luas bangunan minimum 21 m2. Luas 1 ha lahan hutan setara dengan 166 rumah subsidi Tapera. Jika luas hutan 54.254 hektare dikonversi ke dalam luas perumahan subsidi yang dapat dibiayai oleh Tapera, maka lahan tersebut setara dengan luas lebih dari 9 juta rumah subsidi Tapera.

 

Tapi, jika dikonversi dengan rumah milik Presiden Jokowi yang didapat dari negara, dengan luas tanah 9.000 m2, maka pembabatan lahan di Hutan Adat Suku Awyu dan Suku Moi dapat dipakai untuk membangun lebih dari 60 ribu rumah pensiunan Jokowi. 

 

Oksigen untuk Hampir 40 Juta Orang

 

Kita juga akan kehilangan potensi hutan penghasil oksigen. Setiap 1 hektare lahan hijau, menurut perhitungan Bernatzky (1978, hal 3), akan membutuhkan 900 kg karbon dioksida untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 kg oksigen.

 

Artinya, deforestasi hutan masyarakat adat Marga Awyu dan Moi sebanyak 54.254 hektare akan menghilangkan potensi oksigen yang dihasilkan di kedua hutan wilayah tersebut sebanyak 32,6 juta kg oksigen.

 

Jika kebutuhan oksigen setiap orang sebesar 600 liter/hari atau 840 gram oksigen/hari, 1 hektare lahan lahan di Hutan Boven Digul dan Kawasan Sorong, Papua dapat memenuhi kebutuhan oksigen 714 orang. Artinya, jika total 54.254 hektare lahan, dapat memenuhi kebutuhan oksigen sebanyak 38,8 juta orang.

 

Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini juga menghasilkan emisi karbon. Menurut perhitungan dari World Resources Institute (WRI) secara umum pembabatan 1 hektare hutan alam akan mengemisi kurang lebih 132 ton karbon (C). Kemudian, untuk mengkonversi C menjadi karbon dioksida (CO2), maka kalikan angka C yang dihasilkan dengan angka 3,67.

 

Artinya, jika deforestasi hutan masyarakat adat Marga Awyu dan Moi sebanyak 54.254 hektare, akan menghasilkan potensi karbon di kedua hutan wilayah tersebut sebanyak 7.161.528.000 karbon (C). Sementara itu untuk karbondioksida yang dihasilkan sebanyak 26.282.807.760 emisi CO2.

 

Emisi karbon yang dihasilkan akibat deforestasi di Hutan Adat Suku Awyu dan Suku Moi juga sangat besar jika dikonversi dengan jumlah enam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa dengan total berkapasitas 15.830 Megawatt (MW). 

 

Jika PLTU di Jawa menghasilkan 79.150.000 karbondioksida (CO2), maka deforestasi 54.254 hektar lahan yang dilakukan di Hutan Adat Suku Awyu dan Suku Moi setara dengan 332 kali lipat dari total produksi emisi karbondioksida PLTU yang ada di seluruh Jawa.

 

Lebih dari 1 Abad Penghutanan Kembali

Ketika masyarakat adat Marga Awyu dan Moi kehilangan hutannya, maka kehidupan mereka tak bisa lagi disebut “hidup”. Reboisasi pun percuma, perlu waktu sekitar 10 tahun untuk mengembalikan kekayaan tanah, 25 tahun untuk memulihkan seluruh struktur dan fungsi hutan. Tapi butuh waktu 120 tahun lamanya untuk memulihkan keanekaragaman hayati.

 

Pada hutan hujan Atlantik di Brasil, aspek-aspek tertentu pada hutan kembali pulih dari deforestasi dalam waktu 65 tahun. Tapi agar lanskap tersebut kembali seperti semula, butuh waktu regenerasi mencapai 4.000 tahun.

 

Setara 9% Penduduk Surakarta 

 

Rencana perampasan hutan adat menjadi perkebunan sawit ini bakal berdampak langsung pada kelangsungan hidup sekitar 27.300 jiwa populasi Suku Awyu di kawasan Boven Digoel, Papua Selatan (2017), dan 21.923 jiwa jumlah penduduk Suku Moi di kawasan Sorong, Papua Barat Daya (2010).

 

Sementara itu jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kota Surakarta (Solo) yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 528.044 jiwa (BPS, 2024), maka jumlah masyarakat adat terdampak proyek perkebunan sawit PT IAL setara lebih dari 9% penduduk Solo. 

 

Penulis: Riyan Setiawan

Editor: Aditya Widya Putri