[Prebunking] Gelombang Demonisasi dan Xenofobia terhadap Pengungsi Rohingya

Penulis: Fajar Nugraha
Editor: Aditya Widya Putri
[Prebunking] Gelombang Demonisasi dan Xenofobia terhadap Pengungsi Rohingya

13 Maret 2024


Kenapa ini penting?

Indonesia termasuk negara yang mengakui kalau upaya mencari suaka adalah hak asasi manusia. Karena itu, Indonesia juga wajib memberikan perlindungan terhadap pengungsi.

Namun ketika pengungsi Rohingya mendarat di Indonesia, gelombang persepsi buruk atau demonisasi terhadap mereka bermunculan di linimasa media sosial. Sebagian besar penyebar narasi itu, menunjukkan laku xenofobia.

Pengungsi Rohingya dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat Indonesia.

Prebunking ini berupaya untuk menyingkap berbagai bentuk demonisasi terhadap pengungsi Rohingya, sekaligus menyajikan fakta-fakta kunci terkait pengungsi Rohingya. Sebab gelombang demonisasi ini berpotensi muncul di waktu depan, dan meluas, tidak hanya menyangkut Rohingya saja.

Latar belakang:

Berdasarkan portal data operasional United Nations High Commisioner For Refugees (UNHCR)—komisioner tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pengungsi di dunia—sebanyak 7.117 pengungsi Rohingya mengikuti perjalanan melalui jalur laut dengan menggunakan 74 kapal sejak Januari 2022 hingga Desember 2023.

Dari jumlah itu, sebanyak 5.817 berhasil mendarat. Sebanyak 573 pengungsi dilaporkan hilang dan meninggal dunia saat mencari suaka. Kemudian ada 727 orang yang tidak diketahui statusnya.

UNHCR mengasumsikan pengungsi dengan status yang tak diketahui, telah ikut berangkat, tetapi tak ada informasi lebih lanjut saat pendaratan ataupun kecelakaan kapal di laut.

Masih bersumber dari portal data operasional UNHCR per 31 Januari 2024, pengungsi Rohingya paling banyak mengungsi ke Bangladesh yakni sebanyak 975.350 pengungsi. Sedangkan Indonesia menjadi negara yang paling sedikit menampung pengungsi Rohingya, yakni sebanyak 859 pengungsi atau 0,1% dari total pengungsi Rohingya.

Perjalanan pengungsi Rohingya dengan kapal dapat memakan waktu berminggu-minggu. Acap kali mereka menggunakan kapal yang tidak layak untuk berlayar dan tidak dilengkapi cukup makanan, air bersih, atau sanitasi.

Tak ada pilihan lain bagi pengungsi Rohingya selain meninggalkan Myanmar. Setelah beberapa insiden kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia bersakala besar, serta kondisi keamanan di kamp-kamp Bangladesh yang kian memburuk, banyak keluarga pengungsi Rohingya melakukan perjalanan yang sangat berbahaya dalam mencari keselamatan dan stabilitas.

Tapi, bukannya mendapat suaka atau menerima perlindungan, para pengungsi Rohingya yang mendarat di Indonesia justru menerima gempuran demonisasi dan xenofobia. Mereka dianggap ancaman bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia sendiri oleh sejumlah pihak.

Demonisasi/disinformasi/narasi xenofobia yang beredar:

Pada Desember 2023, Drone Emprit—perangkat pelacak disinformasi dan perang narasi di linimasa media sosial yang dikembangkan oleh Ismail Fahmi—memublikasikan analisis jaringan sosial tentang pengungsi Rohingya.

Dalam laporan analisis Drone Emprit itu, terdapat 3 klaster besar yang memperbincangkan pengungsi Rohingya.

Pertama, klaster publik yang banyak diisi oleh akun influencer. Kedua, akun publik kontra Rohingya yang diisi oleh masyarakat umum, akun base (akun menfess, confess, akun meme). Ketiga, akun asing yang umumnya merupakan akun luar negeri, yang diisi oleh akun instansi UNHCR, hingga masyarakat luar negeri.

Salah satu akun publik yang masuk pada klaster kedua dari analisis Drone Emprit soal pengungsi Rohingya, adalah Marshel Widianto. Lewat sebuah unggahan di akun TikTok miliknya, sosok komika ini menyebut pengungsi Rohingya telah “menjajah jalur kasihan”.

Selain Marshel, terdapat beberapa akun lain yang masuk pada klaster kedua sekaligus top influencer, yang menyebar demonisasi terhadap pengungsi Rohingya ini. Di antaranya akun personal atas nama @jengyaws dan @lupasandiy, serta akun base @sosmedkeras.

Kalo datang cuma butuh,Rohingya juga bisa

— 𝔼𝕛𝕒𝕜 (@lupasandiy) December 26, 2023

Ada narasi serupa dari ketiganya dalam mendemonisasi pengungsi Rohingya adalah: merasa bahwa Indonesia mesti fokus pada masyarakatnya sendiri dibanding pengungsi Rohingya. Ketiganya juga menganggap kalau kehadiran pengungsi Rohingya telah membebani masyarakat Indonesia.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga menyampaikan pernyataan dengan narasi serupa pada 26 Desember 2023. Ketika menghadiri acara silaturahmi ulama dan tokoh masyarakat di Banda Aceh, Prabowo menyebut kalau fokus utama pemerintah harusnya pada masyarakatnya sendiri.

Ihwal pengungsi Rohingya, Prabowo berdalih bahwa hal itu merupakan urusan atau “masalah dunia”. Menurutnya, permasalahan ini menjadi tanggung jawab banyak negara, termasuk andil PBB. Di akhir pernyataannya, Prabowo menyebut bahwa pemerintah Indonesia harus mengutamakan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu.

Bergeser pada klaster ketiga yang berisi akun-akun dari luar negeri, analisis Drone Emprit menemukan sejumlah akun yang kebanyakan berasal dari India. Mereka menyebar narasi demonisasi sekaligus xenofobia, dengan menyebar kisah imigran ilegal Rohingya. Selain itu, mereka juga berpendapat jika para pengungsi Rohingya kerap melanggar hukum.

Dalam penelusuran lebih lanjut, Deduktif juga menemukan unggahan lain di X ,dengan narasi yang penuh api kebencian dan xenofobia terhadap pengungsi Rohingya. Di antaranya ada akun personal @egodanisiotak, @udaytokay, dan @nooorool; hingga akun base @kegblgunfaedh.

Ya emang sangat sangat bodoh orang yg membantu rohignya padahal negara sendiri masih kesulitan. Bantuan 75 rb perhari untuk pengungsi ini sudah lebih besar dari ump sragen jawa tengah. Bayangkan saja orang yg bekerja dengan halal pendapatannya masih dibawahnya. pic.twitter.com/vYHQZB6v3f

— meksi (@egodanisiotak) December 7, 2023

Yg bermasalah rohingnya. Yg menyelesaikan ya harus rohingnya. Punya masalah itu diselesaikan bukan sekabupaten pergi minta tanah ke negara lain. Seperti Warga palestina bertempur dulu sampai titik darah penghabisan buat bisa tetap tinggal di tanahnya sendiri.

— renhar (@nooorool) December 29, 2023

Kenapa NKRI bisa di tipu oleh imigran Rohingya? Apakah NKRI terlalu bodoh dan tdk memiliki data ttg keberadaan kaum Rohingya? Entahlah!! Yg pasti Usir mrk dr NKRI.. pic.twitter.com/wI2P5qfCRy

— ႮΝᏆᏟϴᎡΝ B̸E̸R̸I̸N̸G̸A̸S̸!!🇮🇩🇮🇩 (@udaytokay) March 1, 2024

Aktor penyebar demonisasi, disinformasi, dan narasi xenofobia:

  • Pejabat kementerian
  • Komika
  • Akun base (akun menfess, confess, akun meme)
  • Akun micro-influencer

Fakta/penelitian/bantahan:

Pada Desember 2023 lalu, UNHCR Indonesia merilis 14 fakta tentang pengungsi Rohingya. Fakta-fakta itu kian menguatkan bahwa setiap laku xenofobia terhadap pengungsi Rohingya, juga sebentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Di fakta pertama sudah tercantum jelas tentang apa perlakuan pemerintah Myanmar terhadap pengungsi Rohingya. Selama beberapa dekade, akses mereka terhadap kewarganegaraan dan pencatatan diamputasi; mereka dilarang mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja; dibatasi dalam kamp dan desa; hingga menjadi sasaran kekerasan ekstrem.

Dari publikasi fakta UNHCR Indonesia itu, tertera juga alasan kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia. Mereka datang karena keputusasaan akibat meningkatnya pembunuhan, penculikan, dan situasi berbahaya di tempat tinggal sebelumnya.

Satu lagi yang menjadi landasan kenapa Indonesia mesti menerima kedatangan pengungsi Rohingya, yakni fakta ke-11 dalam publikasi UNHCR Indonesia itu:

“Semua negara, termasuk Indonesia, mengakui bahwa mencari suaka adalah hak asasi manusia. Negara wajib memberikan perlindungan kepada pengungsi, termasuk pengungsi Rohingya. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016, mengatur penerimaan dan penanganan pengungsi di dalam negeri.”

Poin fakta terakhir juga menegaskan bahwa UNHCR Indonesia dan para mitra kerja, berupaya untuk mendukung masyarakat setempat yang menampung pengungsi Rohingya.

Solusi/pencegahan:

  • Publik bisa mengakses informasi dari UNHCR Indonesia tentang berbagai hal terkait fakta kunci, upaya penanganan, serta pendampingan pengungsi Rohingya di Indonesia.
  • Jika menemukan kembali unggahan demonisasi terhadap pengungsi Rohingya yang melampirkan data atau informasi yang belum jelas sumbernya, publik bisa melaporkannya melalui layanan aduan Cek Fakta.