[Prebunking] Potensi Kecurangan dalam Pembelian Senjata oleh Kepolisian

Penulis: Fajar Nugraha
Editor: Aditya Widya Putri
[Prebunking] Potensi Kecurangan dalam Pembelian Senjata oleh Kepolisian

12 Maret 2024


Kenapa ini penting?

Dalam sejumlah tender pengadaan senjata oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), terdapat beberapa potensi kecurangan. Selain kurangnya transparansi pengadaan itu ke publik, penting bagi publik untuk mengetahui apa saja potensi-potensi kecurangan itu. Karena publik mempunyai hak untuk mengetahui sejauh mana anggaran negara dipakai untuk jalannya pemerintahan dan operasional aparatusnya.

Latar Belakang:

Berdasarkan laporan penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) pada September 2023—organisasi independen yang memerangi korupsi di Indonesia—tercatat bahwa pengadaan gas air mata kepolisian pada tahun 2023 berjumlah 67.023 unit.

Sedangkan dalam laporan penelitian Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) pada Juni 2023—lembaga penelitian independen yang fokus pada reformasi hukum pidana dan peradilan, serta reformasi hukum umum di Indonesia—total anggaran untuk pengadaan gas air mata oleh POLRI sejak tahun 2013 hingga 2023 mencapai Rp1,2 triliun.

Sejumlah pemakaian dan juga transaksi pengadaan gas air mata oleh negara tidak terlepas dari ragam masalah.

Dalam pemakaiannya, gas air mata kepolisian telah membuat ratusan masyarakat meregang nyawa. Mulai dari kasus di Kanjuruhan; tindakan represif terhadap masyarakat Rempang; penggunaan gas air mata di Air Bangis, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (terkait penolakan masyarakat atas proyek strategis nasional); hingga penggunaan gas air mata terhadap masyarakat Dago Elos, Bandung, dalam rentetan aksi menuntut hak atas tanah mereka.

Selain menimbulkan bencana dalam pemakaiannya, gas air mata juga bisa menjadi ladang subur bagi praktik korupsi, terutama dalam pengadaan atau pembeliannya. Laporan pemantauan ICW dan Trend Asia—organisasi masyarakat sipil independen yang menjadi akselerator transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia—telah merinci apa saja dugaan kecurangan dalam pengadaan senjata kepolisian, termasuk gas air mata.

Narasi yang beredar:

  • POLRI berdalih bahwa pengadaan pepper projectile launcher dilakukan karena kepolisian membutuhkan alat material khusus (almatsus), berupa senjata api laras pendek atau pistol yang digunakan untuk melumpuhkan tetapi tidak mematikan.

Aktor penyebar narasi:

  • Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

Penelitian/bantahan:

Dalam laporan pemantauan Potensi Kecurangan Pembelian Gas Air Mata oleh Kepolisian yang dirilis oleh ICW dan Trend Asia pada Juli 2023, terdapat beberapa temuan kecurangan dalam pengadaan senjata laras pendek dengan amunisi berbahan dasar bubuk lada (pepper projectile launcher) oleh POLRI.

Pertama, ada dugaan perusahaan yang ikut tender pengadaan amunisi gas air mata yang tidak memiliki kualifikasi, namun tetap menang tender. Temuan itu mengacu pada perusahaan bernama PT Anugerah Cipta Kreasindo (PT ACK) yang memenangkan tender pengadaan amunisi gas air mata pada Desember 2020.

Dalam penelusuran akta perusahaan PT ACK, ICW dan Trend Asia menemukan bahwa perusahaan itu tidak memiliki syarat kualifikasi karena tidak mengantongi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 46900 dan KBLI 47739.

Berdasarkan informasi di laman Online Single Submission (OSS) dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), KBLI 46900 mengacu pada usaha perdagangan besar berbagai macam barang termasuk grosir atau perkulakan.

Sedangkan KBLI 47739 mengacu pada usaha perdagangan eceran khusus barang baru lainnya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Contohnya seperti kegiatan perdagangan eceran bahan pembersih, senjata dan amunisi, perangko dan uang logam, serta produk yang bukan makanan.

Menurut ICW dan Trend Asia, perusahaan yang mengikuti tender pengadaan senjata POLRI, mestinya mengantongi kedua KBLI itu.

Kedua, ICW dan Trend Asia menemukan adanya potensi kemahalan harga dalam pengadaan pepper projectile launcher. Pada tahun 2022, tercatat bahwa kepolisian pernah membeli pepper projectile launcher sebanyak 187 unit dengan nilai kontrak sebesar Rp49,86 miliar. Dari jumlah itu, taksiran harga per unitnya sebesar Rp266,6 juta.

Perusahaan yang memenangkan tender itu adalah PT Tri Manunggal Daya Cipta. Dari informasi yang tertera di laman perusahaan per 11 Maret 2024, PT Tri Manunggal Daya Cipta beroperasi di Jakarta dan memasok beberapa peralatan khusus seperti pepper projectile launcher, barikade kawat duri, motor serta mobil patroli, dll.

Ketika ICW dan Trend Asia menelusuri informasi tentang produk pepper projectile launcher merk Byrna dari laman perusahaan pembuatnya, mereka menemukan selisih harga asli produk yang sangat jauh.

Produk Byrna EP Launcher di laman perusahaan itu dibanderol dengan harga satuan USD479,99. Saat dikonversi ke kurs rupiah per 24 Februari 2022 saat itu, nilainya seharga Rp6,924 juta. Angka itu 30 kali lipat dari harga eceran di kontrak pengadaan pepper procjectile launcher oleh kepolisian, yang dimenangkan oleh PT Tri Manunggal Daya Cipta.

Ketiga, ICW dan Trend Asia menemukan adanya dugaan persaingan semu atau persekongkolan horizontal oleh perusahaan peserta tender. Dari penelusuran beberapa tender pengadaan senjata kepolisian, ICW dan Trend Asia menemukan 6 tender yang selalu diikuti oleh 2 peserta yang sama.

Kedua perusahaan yang selalu menjadi peserta tender itu adalah PT Wahana Samudera Persada dan PT Duta Samudera Guna Pertiwi. Tidak ada informasi yang jelas kedua perusahaan itu bergerak di sektor apa.

Dalam analisis dugaan persaingan usaha semu atau persekongkolan horizontal itu, ICW dan Trend Asia menganggap bahwa tender yang dilakukan oleh kepolisian itu tidak diperlukan. Terutama karena tidak efektif dan efisien, sehingga berpotensi terjadinya pemborosan.

Tanpa tender, kepolisian seharusnya bisa menunjuk langsung PT Pindad sebagai industri peralatan pertahanan milik negara, untuk pembelanjaan amunisi gas air mata. Sehingga harga belinya juga lebih murah.

Keempat, ICW dan Trend Asia menduga adanya perusahaan boneka yang memenangkan tender pembelian gas air mata oleh kepolisian. Dugaan adanya perusahaan boneka itu, ICW dan Trend Asia temukan pada salah satu tender pembelian gas air mata untuk satuan Korps Brimob.

Menurut lembaga intelijen keuangan pemerintah yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perusahaan boneka (shell company) merupakan perusahaan yang didirikan secara formal, berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Namun perusahaan boneka tidak dilakukan untuk melakukan kegiatan usaha, melainkan untuk melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset pendirinya atau orang lain, untuk menyamarkan kepemilikan sebenarnya terhadap aset itu.

Dalam analisis dugaan perusahaan boneka di tender pembelian gas air mata, ICW dan Trend Asia menemukan kesamaan antara nama (disamarkan dalam laporan), alamat, dan umur dari salah satu pemilik saham yang diduga perusahaan boneka, dengan penerima bansos melalui penelusuran cekbansos.kemensos.go.id.

Saat ICW dan Trend Asia melakukan penelusuran alamat pemilik saham itu melalui peta, mereka menemukan alamat yang tidak sesuai dengan profil kekayaan si pemilik saham. Kesimpulan itu muncul karena lokasi pemilik saham yang tertera di akta perusahaan, bangunannya berupa pos keamanan.

Solusi/pencegahan:

  • Publik bisa mengetahui sekaligus memeriksa semua transaksi atau pengadaan kepolisian di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) POLRI.
  • Publik mempunyai hak untuk mendapatkan informasi terkait transparansi pengadaan senjata kepolisian, karena dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
  • Publik bisa melaporkan segala bentuk dugaan kecurangan dalam pengadaan senjata kepolisian lewat layanan pengaduan masyarakat milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).