Erosi Demokrasi di Pilkada Banten, Ketika Dinasti Politik Makin Langgeng

Erosi Demokrasi di Pilkada Banten, Ketika Dinasti Politik Makin Langgeng


 

TL;DR

-Banten punya tiga dinasti politik yang bertarung memperebutkan balot politik pada Pilkada Banten: Klan Ratu Atut, Klan Natakusumah, dan Klan Jayabaya.

-Banten menempati urutan pertama sebagai wilayah yang paling banyak terpapar dinasti politik di Indonesia.

-Dinasti politik berkelidan dengan praktik korupsi, jumlah pemetaan kasus korupsi di Banten pada tahun 2021 mencapai 14 kasus dengan nilai kerugian negara hingga Rp10,2 miliar, dan prediksi nilai suap mencapai Rp566 juta.

-kontradiktif dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 yang menunjukkan Banten sebagai 10 wilayah dengan jumlah masyarakat miskin terbesar di Indonesia.




 

"Airin, Bukan yang Lain!"

"Andra Soni 2024, Banten Maju"

 

Baliho-baliho muka semringah Airin Rachmy Diany dan Andra Soni menghiasi hampir tiap sudut jalan raya di Banten. Jargon-jargon umbar janji dan advertensi persuasif diobral demi menjaring balot politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banten pada 27 November 2024 nanti.

 

“Ah, saya mah enggak mau pilih dinasti lagi, bobrok,” Saiful (35), tukang ojek yang Deduktif tumpangi dalam perjalanan Ciputat-Bintaro, Tangerang Selatan, tiba-tiba saja mengoceh saat melewati salah satu baliho itu, Jumat, (16/8/2024).

 

Saiful merupakan warga asli Banten. Ia lahir dan besar di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Saiful,merupakan salah satu sosok yang  menjadi representasi kebanyakan warga Banten: berada di antara garis batas kelas menengah dan bawah, serta tak terjamah program politik pemerintah daerah.

 

“Masalahnya siapa aja yang kepilih, Banten tetep enggak berubah. Jalanan jelek, semrawut, yang bagus mah CBD doang.”

 

Kawasan yang Saiful sebut merujuk pada pusat bisnis di Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, Banten, yakni Central Business District (CBD)  Bintaro Jaya, Serpong, serta Bumi Serpong Damai (BSD). Di kawasan ini, aksesibilitas pelayanan publik memang telah mumpuni dengan transportasi yang terintegrasi.

 

Di bumi Banten yang lain, tepatnya daerah pinggiran Pandeglang, Deduktif menemui Ratu, milenial 31 tahun yang bekerja sebagai guru Bahasa Inggris sekolah menengah pertama. Senada dengan Saiful, ia skeptis mengenai perubahan peta politik di Banten dalam Pilkada kali ini. “Banten, sampai kapan pun tak akan bisa lepas dari dinasti politik karena masih banyak warga pelosok belum melek soal kondisi di Banten. Yang mereka tahu, memilih karena diberi uang,” ungkap Ratu lewat saluran telepon, Senin, (19/8/2024).

 

Selama pemerintahan dipegang oleh dinasti politik, Ratu meyakini siapa pun pemimpinnya, Banten tak akan bisa berbenah. Ia lalu menyebut satu masalah yang dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat Banten. Namun, tak pernah ada perbaikan meski kepala daerah silih berganti, yakni buruknya akses jalan publik.

 

Meski tetap berusaha menggunakan balot politik dengan bijak, Ratu menilai pertaruhan Pilkada kali ini tak ubahnya pesta politik nasional 2024 lalu: Mudah ditebak pemenangnya. “Mungkin nanti saya akan pilih lawannya Airin, meski tidak menjamin akan lebih baik. Mau bagaimana lagi? Kita terperangkap (dalam dinasti politik),” ungkap Ratu pasrah.

 

Banten telah lama memiliki isu disparitas antara daerah selatan (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) yang tertinggal, dengan daerah utara (Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota/Kabupaten Serang) yang pembangunannya selalu di depan. Padahal, masalah kesenjangan ini menjadi alasan Banten memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat melalui Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten.

 

Persoalan disparitas pembangunan Banten dapat dilihat lewat indikator kemampuan daerah membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahan, atau dikenal dengan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF). Semakin tinggi DDF, maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap dana pemerintah pusat, pun sebaliknya.

 

(Visualisasi DDF  2018-2024)

 

Data Laporan Perekonomian Banten pada Mei 2024 (PDF, hal 24) mencatat dua wilayah dengan DDF terendah berada di Kabupaten Lebak (16,1%) dan Pandeglang (11,2%) yang sebagian besar daerahnya didominasi pertanian dan perkebunan. Baru kemudian di posisi ketiga Kota Serang (19,06%) sebagai pusat perdagangan dan jasa. 

 

Sedangkan DDF tertinggi terdapat di Kota Tangerang (48,7%), Kota Tangerang Selatan (49,43%), dan Kabupaten Tangerang sebesar (50,4%) yang sebagian besar didominasi industri pengolahan, real estate dan perdagangan, serta Kota Cilegon (53,79%) yang didominasi industri.

 

Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Serang yang memiliki angka DDF rendah merupakan daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap dana pemerintah pusat untuk membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahan. Sementara Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon yang memiliki DDF tinggi merupakan kabupaten/kota yang memiliki tingkat ketergantungan rendah terhadap dana pemerintah pusat untuk membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahan.  Capaian DDF di Banten bagian utara tidak lepas dari peran wilayah sebagai lokasi aktivitas industri pengolahan, perdagangan, dan real estate. 

 

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), organisasi nirlaba mandiri yang menjalankan riset, advokasi, pemantauan, pendidikan, dan pelatihan di bidang kepemiluan dan demokrasi menyebut calon kepala daerah dari dinasti sering menarasikan “bantuan sosial” sebagai umpan untuk memancing suara. Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dan kurang kritis adalah target kail mereka. “Daerah-daerah yang kepalanya dipilih karena kekerabatan, ini juga enggak sejahtera. Dinasti politik lebih banyak mudaratnya,” ujar Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem kepada Deduktif, Selasa, (13/8/2024). 

 

Selain itu, indikator tingginya disparitas pembangunan di Provinsi Banten dapat dilihat dari capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara masing-masing daerah di Banten. Indeks Pembangunan Manusia, menurut standar United Nations Development Program (UNDP), terdiri IPM >80 kategori sangat tinggi, IPM 70-79 kategori tinggi, dan IPM 60-79 kategori sedang. 


 

(Visualisasi IPM 2020-2023)

 

Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten 2023 (BPS), Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya daerah di Banten yang mencapai angka IPM 82,28 (kategori sangat tinggi). IPM Kota Tangsel mengalami peningkatan dari tahun 2021 sebesar 81,60. Bahkan capaian IPM tersebut melebihi capaian IPM Provinsi Banten, yaitu 73,87 (kategori tinggi) yang mengalami peningkatan dibanding 2021 sebesar 72,72. Sedangkan kabupaten dan kota di Provinsi Banten lainnya yang berada pada kategori tinggi, yaitu Kota Tangerang (79,46), Kota Cilegon (74,54), Kota Serang (73,48), Kabupaten Tangerang (73,43). 

 

Adapun kabupaten/kota yang mencapai kategori sedang adalah Kabupaten Serang (68,39), Kabupaten Pandeglang (66,42), dan Kabupaten Lebak (65,21). Pencapaian masing-masing IPM kabupaten/kota tersebut sekaligus menunjukkan tinggi dan rendahnya kontribusi terhadap pencapaian IPM Provinsi Banten.

 

Berdasarkan data tersebut, ucapan Saiful bahwa pembangunan di Banten hanya menguntungkan kelompok tertentu saja sangat tepat. “Ya, yang sejahtera mah keluarganya saja (merujuk pada dinasti politik di Banten). Rakyat kayak saya tetap harus banting tulang buat makan,” ujar Saiful.

 

Para Jawara Dinasti dalam Peta Pertarungan Pilkada Banten

 

Dalam pertarungan Pilkada Banten, wilayah yang melepaskan diri sebagai provinsi pada tahun 2000 ini didominasi oleh tiga kekuatan besar: Dinasti Atut, Dinasti Natakusumah, dan Dinasti Jayabaya. Masyarakat seperti Saiful maupun Ratu tak punya pilihan menghindari calon tertentu. Artinya, tersisa calon lain yang notabene juga membangun kerajaan. 

 

(visualisasi peta politik per daerah)

 

Pilgub Banten: Dinasti Atut versus Dinasti Natakusumah

 

Airin Rachmi Diany–Klan Ratu Atut

 

Tak ada atribut Golkar pada siang hari itu. Padahal, pentolan Golkar Banten Airin Rachmi Diany tengah mendeklarasikan diri maju sebagai calon gubernur di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten 2024 bersama Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Banten, Ade Sumardi. 

 

Airin datang bersama beberapa kader Golkar lain, seperti saudari iparnya, Ratu Tatu Chasanah yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar, dan Ade Rossi, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar. Mereka menggelar deklarasi pencalonan bersama PDIP di kawasan mentereng Banten, ICE BSD, Tangerang Selatan, Minggu, (25/8/2024).

 

“Di ruangan ini banyak yang gelisah, khawatir saya tidak maju, tapi Allah tidak tidur. Saya dan Pak Ade akan membangun Banten lebih baik dan sejahtera lagi,” kata Airin dalam pidato ucapan terima kasihnya terhadap dukungan mandiri PDIP di Pilgub Banten.

 

Pada hari itu, Airin berbelok jalan bersama PDIP. Golkar bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri atas Partai Gerindra, NasDem, PKS, Demokrat, PAN, dan sejumlah partai kecil lain justru memberi dukungan kepada rival Airin: Andra Soni-Dimyati Natakusumah.

 

Padahal sebelumnya Airin telah mendapat surat penugasan dari Airlangga Hartarto selaku Ketua Umum Golkar, untuk ikut dalam kontestasi Pilgub Banten. Ketika Airlangga mundur dan tampuk kuasa beralih ke Bahlil Lahadalia, nasib Airin sebagai calon Gubernur Banten digantikan.

 

Namun, bukan Airin–sang penerus dinasti politik Atut– jika pasrah begitu saja dengan keputusan Golkar. Sembaril memberikan klarifikasi, ia menyenggol soal politik balas jasa dalam pemilihan anggota legislatif (Pileg) Februari 2024 kemarin.

 

“Hampir 2 atau 3 tahun lalu, saya mendapatkan surat penugasan untuk ikut dalam kontestasi pilkada Gubernur Banten. Sudah saya lakukan penugasan, bagaimana bisa memenangkan Pileg, sudah saya lakukan dengan segala kekurangan,” ungkap Airin.

 

Pada pertarungan balot politik Pileg 2024 kemarin, Airin mencetak rekor menjadi calon anggota DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di internal Partai Golkar secara nasional. Dapil Banten III yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, sebagai lumbung suara Airin ikut menyumbangkan kenaikan jumlah kursi Partai Golkar pada Pemilu 2024.

 

Dengan balot itu, Partai Golkar memperoleh suara tertinggi dalam pileg Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten 2024. Bahkan Airlangga menilai Airin sukses menjalankan tugas dari Partai Golkar untuk menambah kursi DPR RI.

 

Hanya dengan gertakan kecil, tak sampai seminggu, Golkar akhirnya kembali menyatakan dukungan kepada Airin. Pada Minggu, (25/8/2024), Golkar resmi mengusung Andra Soni-Dimyati Natakusumah untuk maju di Pilgub Banten. Namun Selasa, (27/8/2024), Partai Golkar berbalik arah mendukung Airin-Ade.

 

“Airin adalah anak Partai Golkar. Sebagai anak yang dilahirkan dan dibesarkan, rasanya tidak pas kalau tidak diantarkan ibunya untuk berkompetisi,” ujar Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta.

 

Melawan Airin, bisa jadi adalah tantangan tersulit memenangkan Pilgub Banten. Airin adalah adik ipar dari Ratu Atut Chosiyah mantan Gubernur Banten, cum istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan mantan Wali Kota Serang. 

 

Atut, telah berhasil menancapkan akar-akar kuat dinasti politik di Banten. Meski pada Oktober 2013 KPK menetapkan Wawan dan Atut sebagai tersangka kasus suap terhadap Akil Mochtar (saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi), dinasti politik Atut tak sirna. Mereka kokoh bagai karang. Jika Golkar beralih dukungan, keluarga Atut-Airin–yang notabene berasal dari Golkar–bakal pecah kongsi dan membelah suara Partai Beringin itu di Banten.

 

Dimyati Natakusumah–Klan Natakusumah

 

“Saya sudah kembalikan B1 KWK-nya (form persetujuan parpol). Semalam (Senin, 27/8/2024) sudah saya kembalikan,” kata Andra Soni, seperti dilansir dari Antara, Selasa, (28/8/2024).

 

Malam hari sebelum Partai Beringin tersebut berbalik arah mendukung Airin-Ade, Ketua DPD Partai Gerindra Banten itu langsung mendatangi DPP Partai Golkar dan mengembalikan berkas dukungan. Padahal pada Minggu, (25/8/2024) Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia telah menyerahkan B1 KWK digelar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat.

 

Saat itu Andra mengaku dititipi pesan oleh Bahlil untuk maju membangun Banten. Namun menghadapi konstelasi politik yang berubah drastis, ia memilih tak ambil pusing–jika tak mau dibilang pasrah–dan terus maju bersama KIM Plus.

 

“Itu (perubahan dukungan Golkar) kedaulatan masing-masing partai. Saya tetap istikamah, siap bertarung pada Pilgub Banten,” ungkap Andra yakin. 

 

Jalan Andra Soni melawan kekuatan Airin di Pilgub Banten bisa dibilang sulit. Peta politik Banten baru mencatat nama Andra sejak 2014 lalu sebagai anggota DPRD Banten dari Partai Gerindra. Kemudian di setengah dasawarsa jabatan selanjutnya (2019-2024), Andra menjabat jadi Ketua DPRD Banten.  

 

Namun calon wakilnya, Dimyati, bukan pemain anyar. Natakusumah, nama belakang Dimyati, menjadi identitas klan baru yang ia bangun bersama sang istri, Irna Narulita yang kini menjadi Bupati Pandeglang mengikuti jejak sang suami. Dimyati pernah duduk di kursi Bupati Pandeglang selama dua periode 2000-2005 dan 2005-2009.

 

Namun pada periode kedua jabatan sebagai Bupati Pandeglang, Dimyati hanya menjabat selama 4 tahun karena pada 2009 ia maju sebagai calon anggota DPR dari PPP, dan lolos ke Senayan dari tahun 2009-2017. Dimyati pernah menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI dari 4 Juli 2014 hingga 1 Oktober 2014 menggantikan Lukman Hakim Saifuddin yang menjadi Menteri Agama.

 

Pada 2017, Dimyati keluar dari PPP akibat isu dualisme antara Djan Faridz dan Romahurmuziy. Dimyati saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP kubu Djan Faridz. Ia kemudian pindah ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga sekarang. 

 

Saat mendaftar ke KPU terkait pencalonannya di Pilgub Banten, Dimyati sempat menyindir perlakuan plin-plan Golkar. “Golkar itu nge-prank, lebih mementingkan kelompoknya dibandingkan bersatu dalam KIM plus,” katanya usai pendaftaran, Kamis, (29/8/2024).


 

Pilbup Pandeglang: Persaingan Sengit Natakusumah dengan Jayabaya


 

Tampuk kuasa di Kabupaten Pandeglang sejatinya diperebutkan oleh tiga dinasti Banten: Natakusumah, Jayabaya, dan dinasti Atut–selalu. 

 

Natakusumah, sang penguasa daerah Pandeglang mendorong adik kandungnya, Raden Dewi Setiani maju menggantikan sang istri Irna Narulita yang saat ini menjabat Bupati Pandeglang. Raden Dewi bakal berpasangan dengan politisi Demokrat Iing Andri Supriadi yang juga orang kepercayaan Dimyati. Mereka maju dengan didukung Koalisi Pandeglang Maju: PKB, Demokrat, PSI, Gerindra, NasDem, PAN, Garuda, dan PKS.

 

Di kubu seberang, klan Jayabaya diwakili oleh Diana Jayabaya sebagai calon wakil bupati.  Diana merupakan anak dari klan dinasti Mulyadi Jayabaya, pengusaha infrastruktur, cum Bupati Lebak dua periode (2003-2013). Pada pertarungan kali ini, klan berkolaborasi dengan Fitron Nur Ikhsan, mantan juru bicara keluarga Ratu Atut Chosiyah. Keduanya diusung oleh delapan partai politik: PDIP, Golkar, PPP, Partai Buruh, Partai Umat, Gelora, PKN dan Perindo.

 

Selain menampilkan klan-klan besar dinasti politik, kontestasi Pilbub Pandeglang turut diwarnai dua pasang calon independen, yakni Uday Suhada dan Pujiyanto, serta Aap Aptadi dan Nurul Qomar. 

 

Pilbup Lebak: Usaha Klan Jayabaya Langgengkan Kuasa

Klan Jayabaya lewat Iti Octavia Jayabaya berhasil menarik simpati masyarakat dan memenangkan kuasa Bupati Lebak selama dua periode. Setelah Iti lengser, klan Jayabaya tetap ingin melanggengkan kekuasaannya, maka Hasbi Asyidiki Jayabaya maju bersama Amir Hamzah menjadi calon bupati dan wakil bupati Lebak. Pasangan ini diusung oleh sejumlah partai besar mulai dari PDIP, Golkar, Perindo, PPP, PKB dan beberapa partai lain.

 

Hasbi-Amir sejauh ini bakal melawan calon bupati dan wakil bupati lain seperti Dede Supriyadi dan Virnie Ismail, atau Wakil Wali Kota Cilegon, Sanuji Pentamarta yang berpasangan dengan Dita Fajar Bayhaqi.


 

Pilkada Serang dan Tangsel: Dinasti Atut Belum Surut

 

Pilkada Kota Serang dan Kabupaten Serang adalah basis kekuasaan dinasti Ratu Atut. Di Kota Serang, Atut mengusung adik tirinya, yakni Ratu Ria Maryana menjadi Calon Wali Kota Serang. Ria berpasangan dengan Subadri Ushuludin yang diusung delapan partai politik: Partai Golkar, PDI-P, PPP, PKB, Partai Demokrat, Partai Prima, Partai Perindo, dan Partai Gelora. 

 

Mereka bakal bertarung melawan dua pasangan lain. Ada pasangan Budi Rustandi-Nur Agis Aulia yang diusung empat partai, yakni Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PSI, dan PBB. Serta Syafrudin-Heriyanto Citra Buana yang didukung tiga partai, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai NasDem, dan Partai Ummat.

 

Sementara dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Serang, Ratu Atut Chosiyah mengusung sang putra, yakni Andika Hazrumy untuk menggantikan adiknya, Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Serang. Tatu tak bisa maju lagi lantaran sudah dua kali menjabat Bupati Serang. Andika-Nanang Supriatna didukung oleh partai Golkar, Demokrat, Gelora, PKB, PDIP, PKN dan PPP.

 

Selain Andika-Nanang, pasar persaingan Pilbup Serang bakal diisi oleh dua pasangan calon lain, yaitu Syafrudin-Heriyanto Citra Buana yang didukung tiga partai, meliputi  Ummat. Serta pasangan Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas yang diusung PAN, PKS, Gerindra, NasDem, Garuda, PBB, PSI dan Perindo.

 

Pada Pilkada Tangsel, melalui Partai Golkar klan Atut mengusung sang keponakan, Pilar Saga Ichsan mendampingi Benyamin Davnie yang dulunya merupakan wakil Airin Rachmi di pemerintahan Kota Tangerang Selatan selama dua periode (2010-2020). Pasangan ini merupakan calon petahana karena setelahnya Benyamin terpilih menjadi Wali Kota Tangerang Selatan periode 2021-2024.

 

Pasangan ini didukung oleh sejumlah partai, di antaranya Demokrat, Golkar, PDI-P, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Gelora. Sementara setelah bakal calon Ahmad Riza Patria dan Marshel Widianto mundur dari ruang kontes politik Tangsel, PKS memajukan kader sendiri, yakni pasangan Ruhamaben-Shinta.

 

Banten dalam Cengkraman Dinasti Politik dan Korupsi Elit

 

(Visualisasi sebaran dinasti politik, hal 19) 

 

Dinasti politik merupakan warisan kekuasaan tradisional yang telah ada di Indonesia sejak berabad-abad silam. Melansir dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

 

Secara nasional, berdasarkan data Lembaga Riset Nagara Institute (PDF, hal 15) terdapat 124 kandidat yang terafiliasi dengan dinasti politik pada pilkada serentak 2020 yang meliputi: 57 calon bupati dan 30 calon wakil bupati; 20 calon wali kota dan 8 calon wakil wali kota; serta calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur. 

 

Dari lima provinsi yang paling banyak terpapar dinasti politik, Banten menempati urutan pertama (55,5%), disusul Kalimantan Timur (36,36%), Jawa Timur (35,90%), Bali (30%), dan Sumatera Selatan (27,78%).

 

“Ini ironi dalam sebuah reformasi. Pascareformasi terutama setelah pilkada model langsung tahun 2005, praktik politik dinasti itu subur di Indonesia,” terang Egi Primayogha, Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Deduktif, Jakarta, Selasa, (13/8/2024).

 

Dinasti politik adalah representasi demokrasi banal, bukan sekadar persoalan ‘Kalau mau pilih, silahkan. Kalau tidak, ya sudah’. Ada ruang-ruang demokrasi yang tidak sehat tercipta, sehingga mempersempit ruang gerak calon pemimpin dari nondinasti.

 

“Calon lain lebih mudah tersingkir karena tak punya resources yang sudah dikumpulkan jauh-jauh hari, mulai uang hingga praktik patron-klien, sehingga kompetisi menjadi lebih rusak,” tambah Egi. 

 

Masifnya politik dinasti di Banten tidak lepas dari lemahnya partai politik dalam menjalankan kaderisasi dan ketiadaan sistem internal partai yang demokratis. Tak ayal, banyak parpol yang mengkader calon kepala daerah hanya berdasarkan hubungan kekeluargaan dari mereka yang sedang berkuasa, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan integritas.

(Visualisasi Partai-partai yang mendukung dinasti politik, hal 13 s/d 15)
 

Dinasti politik berkelindan dengan kasus-kasus korupsi. Penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2006 menyebut rata-rata praktik uang mahar yang harus dikeluarkan kepala daerah tingkat kabupaten/kota untuk dipinang partai sekitar Rp20-30 miliar. Untuk menjadi gubernur, butuh mahar sampai Rp100 miliar. “Tentu modus korupsinya berbagai macam mulai dari suap menyuap, pengadaan barang dan jasa atau bentuk lain.” 

 

Tengok saja dari kasus korupsi duo bersaudara Atut-Wawan pada 2013 lalu. Trah dan jejaring oligarki keluarga Ratu Atut membuat Wawan bisa memerintahkan aparatur sipil negara (ASN), mengarahkan pejabat pemerintah, hingga mengutak-atik anggaran di Banten. Wawan lalu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 3 Oktober 2013. Tiga kasus korupsi sekaligus.

 

Kasus pertama adalah suap Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait Pilkada Lebak. Kedua korupsi pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten. Wawan menentukan dan memilih proyek mana yang akan dikerjakan perusahaannya sendiri, PT BPP dan perusahaan yang ia tunjuk. Proyek ini menggunakan dana APBD dan APBD Perubahan 2012.

 

Kedua kasus tersebut turut dilakukan bersama kakaknya, Ratu Atut. Terakhir, Wawan juga terjerat kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 2005-2010 dan akhir 2010. Indonesia Corruption Watch (ICW), organisasi independen untuk melawan korupsi juga mencatat Banten sebagai wilayah dengan 15 besar kasus korupsi tertinggi pada 2021.

Jumlah pemetaan kasus korupsi di Banten pada 2021 mencapai 14 kasus dengan nilai kerugian negara hingga Rp10,2 miliar, dan prediksi nilai suap mencapai Rp566 juta (PDF, hal 32). Dampak lain dari dinasti politik yang begitu luas adalah rusaknya integritas demokrasi, dominasi jaringan klientelisme dan jaringan informal atas partai politik, serta kegagalan dalam reformasi akibat kuatnya perilaku koruptif dan predatoris. 

 

Kontradiktif dengan kondisi masyarakatnya yang masih berada di bawah garis kepapaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan Banten sebagai 10 wilayah dengan jumlah masyarakat miskin terbesar di Indonesia (826 ribu jiwa). 

 

Seperti kata Saiful, tukang ojek pinggiran Ciputat, dinasti politik hanya memperkaya kelompok tertentu, sementara masyarakat tetap menanggung kelabu. 
 

Reporter: Aditya Widya Putri, Anggita Raissa

Penulis dan Editor: Aditya Widya Putri