Indonesia Dikepung Minuman Manis, tapi Risalah Cukai Masih Normatif

 

TL;DR:

-Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan dipungut sebesar 2,5% pada tahun 2025.

-Konsumsi MBDK di Indonesia dalam 20 tahun terakhir mengalami peningkatan hingga 15 kali lipat, dari semula sekitar 51 juta liter (1996) menjadi 780 juta liter (2014). 

-Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menyebut angka kasus diabetes (2013-2023) meningkat dari 6,9% menjadi 11,7%. 

-Minuman manis kemasan di Indonesia, kebanyakan mengandung kadar gula 5-10 gr per 100 ml.

-Cukai MBDK baru menunjukkan pengaruh penurunan konsumsi jika dipungut lebih dari 17%.

Hari itu, Rabu, (14/8/2024) adalah jadwal Nina (16), bukan nama sebenarnya, melakukan cuci darah (hemodialisis) di salah satu rumah sakit area Bandung. Hampir setengah tahun rutinitas tersebut ia lakukan setiap tiga kali dalam seminggu. Nina butuh waktu sekitar 4 jam untuk sekali cuci darah.

“Sedih sakit begini, banyak bolos ke sekolah, aktivitas juga jadi terbatas,” keluh Nina sesaat sebelum proses cuci darah dimulai, Rabu, (14/8/2024).

Nina bukan anak Generasi Z–yang lazim dilabeli–punya privilese hidup. Orang tuanya telah lama bercerai, ia tinggal bersama sang ibu yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Tanpa ada aksesibilitas bagi sang ibu untuk mengakses ilmu pengasuhan, Nina jadi bersahabat dengan jajanan “bergizi” tapi tinggi gula.

“Ya dulu mengenal susu kental manis itu sehat, jadi karena lebih murah juga, saya selalu kasihkan setelah selesai makan. Sekarang-sekarang baru tahu kalau itu bukan susu,” timpal Ida (40), sang ibu. Ida menengarai pola makan yang buruk sebagai musabab Diabetes Melitus (DM) dan penyakit ginjal Nina. 

Sebelumnya Nina hanya didagnosis Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Namun metformin, obat yang lazim digunakan sebagai penanganan utama diabetes tipe 2 pada orang dewasa, tak mempan lagi baginya. Gula darah Nina tak pernah mencapai titik stabil, dokter lalu mulai meresepkan suntik insulin dua kali dalam sehari. 

Di saat yang sama, Nina mendapat diagnosis baru, komplikasi ginjal. Saat masih berumur 15 tahun, Nina punya Indeks Massa Tubuh (BMI) yang merujuk pada obesitas. Berat badannya 61 kg, dengan tinggi badan 153 cm. Namun gejala awal DM membuat ia kehilangan hampir 12 kg berat badan dalam waktu hanya 1,5 bulan.

“Awalnya memang berat badanku tiba-tiba turun drastis dan setiap beraktivitas terasa sangat lelah,” tuturnya.

Nina adalah satu dari ribuan kisah anak dengan diabetes melitus di Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, ada 1.645 anak dengan diabetes melitus yang tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Yogyakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, dan Manado. 

Hampir 60% anak dengan DM merupakan anak perempuan. Rentang waktu usia anak dengan DM paling banyak 10-14 tahun (46%), disusul usia 14 tahun ke atas (31%). Prevelensi kasus DM pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 bila dibandingkan dengan tahun 2010.

“Ini salah satu penyakit karena gaya hidup yang buruk. Sekitar 80% anak diabetes disertai obesitas. Ketika anak obesitas, ada hipertensi, ada resistensi insulin. Larinya bisa ke mana-mana,” ungkap Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, Selasa, (23/7/2024) lalu.

Kasus diabetes pada dewasa juga punya tren serupa. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menyebut prevalensi diabetes pada penduduk umur ≥15 tahun mencapai 11,7%. Angkanya naik dibanding tahun 2013 sebesar 6,9%. Prevalensi diabetes tertinggi ada pada kelompok penduduk tua, dengan rentang usia 65 hingga di atas 75 tahun sebanyak 24,6%.

 

Masyarakat Indonesia Kecanduan Gula

Ketika Anda datang ke swalayan terdekat, pernahkah coba menghitung, berapa jumlah minuman manis yang dijual di sana? Banyak, tentu! Pada etalase ritel kecil seperti Indomaret atau Alfamaret saja, minuman kemasan punya satu lorong khusus sebagai tempat produk.

Tak cuma di swalayan, ragam minuman manis dijajakan di kafe, tiap sudut warung, dan gang di Indonesia, mulai dari yang dikemas seribuan, hingga kopi, teh, dan es krim mahal kekinian. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada konsumsi minuman manis membuat negara kita menempati posisi ketiga dalam daftar konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) terbanyak di Asia Tenggara pada tahun 2020.

Raisa Andriani Project Lead for Food Policy dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), organisasi nonprofit yang fokus pada riset dan advokasi sektor kesehatan, menyebut, masyarakat Indonesia menggemari kopi dan teh dengan tinggi pemanis.

“Kami beberapa kali membedah komposisi minuman dalam kemasan. Kadar gulanya banyak yang melebihi ambang batas Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Misal dalam 400 ml ada 24 gr gula,” ungkap Raisa dalam wawancara bersama Deduktif, Selasa, (17/9/2024).

Kemenkes telah menetapkan batas konsumsi gula sebanyak 50 gram atau 4 sendok makan per hari. Satu kemasan minuman manis dengan 24 gr gula sudah menghabiskan setengah jatah konsumsi gula harian. Untuk membuktikan betapa tingginya jumlah gula dalam minuman manis kemasan, Deduktif melakukan penghimpunan data dari produk minuman yang dijual di Indomaret.

Kami membatasi mengukur kandungan gula hanya pada minuman cair dengan kategori susu, teh, kopi, jus, minuman ringan, dan minuman tradisional. Pengumpulan data dilakukan pada aplikasi Klik Indomaret. Terdapat sekitar 233 produk yang kami susun data kandungan gula, harga, serta produsennya. 

Kami mengonversi kandungan gula setiap produk menjadi per 100 ml. Sebagai gambaran, satu sendok makan dapat diukur setara dengan 14 gr gula. Anda dapat mencari produk-produk tersebut dalam tracker yang Deduktif buat.

Dari 233 produk tersebut, minuman kemasan paling murah adalah Teh Gelas Minuman Teh Alami Botol Plastik 350 ml, dengan jumlah gula 7,5 gr per 100 ml, produksi Orang Tua Grup. Artinya, jika konsumen menghabiskan satu botol produk itu, maka mereka sama saja mengonsumsi sekitar dua sendok makan gula.

Kemudian dari 233 produk, minuman dengan gula terbesar diproduksi oleh Indofood, yakni Ichi Ocha Minuman Teh Madu Lemon 350mL, dengan jumlah gula 21 gr per 100 ml, seharga Rp3.800. Dalam satu kemasan utuh, gula di dalamnya setara dengan 5,3 sendok makan. 

“Masyarakat kita sangat suka minuman manis. Data SKI mengungkap 47% masyarakat mengonsumsi MBDK setidaknya 1-2 kali dalam seminggu. Makanya penyakit tidak menular naik terus,” lanjut Raisa. 

Deduktif kemudian mengelompokkan 233 produk minuman awal dengan pelabelan ala Singapura. Pada akhir tahun 2022, Singapura memberlakukan pelabelan pada minuman kemasan berdasarkan kandungan gula. Pelabelan itu disebut Nutri-Grade. 

Nutri-Grade mengategorikan minuman berdasarkan kandungan gula dan lemak jenuh. Ada empat tingkat dalam Nutri-Grade, yaitu A, B, C, dan D. Minuman dengan grade A mengandung gula kurang dari 1 gram per 100 ml minuman. Contoh minuman grade A di Indonesia adalah susu, teh, soda, dan minuman ringan dengan klaim nol gula. Dari 233 produk sampel, terdapat 21 produk masuk dalam kategori A.

Minuman dengan Grade B memiliki kadar gula sebanyak 1 gram-5 gram per 100 ml minuman. Dari 233 produk sampel, ada 43 produk masuk dalam kategori B. Kandungan gula tertinggi ada pada produk Yeo's Drink Winter Melon (4,9 gr), Sprite Soft dan A&W Soft Drink Sarsaparila masing-masing 4,8 gr.

Lalu minuman dengan grade C mengandung 5-10 gram gula per 100 ml minuman. Pemerintah Singapura menyarankan masyarakat membatasi minuman mulai pada level ini. Dari 233 produk sampel, ada 142 produk masuk dalam kategori C. Minuman manis kemasan di Indonesia, kebanyakan masuk dalam kategori C.

Beberapa produk yang memiliki gula di ambang batas maksimum produk, yakni 10 gr adalah Caffino Coffee Ready To Drink Milky Espresso, Greenfields Uht Milk Chocolate, Hilo School Susu Cair Uht Chocolate, Indomaret Minuman Teh Apel & Lychee, Indomaret Sari Buah Nanas, Indomilk Susu Steril Honey, Mujigae Susu Cair Strawberry Banana, dan Ultra Juice Kacang Hijau.

Terakhir minuman Grade D, memiliki kadar gula lebih dari 10 gram per 100 ml minuman. Dari 233 produk sampel, ada 40 produk masuk dalam kategori D. Kandungan gula tertinggi ada pada produk Ichi Ocha Minuman Teh Madu Lemon (21 gr) dan Kratingdaeng Energy Drink (16,7 gr).

Jika di Singapura minuman Grade C dan D harus menunjukkan grade dan kandungan gulanya di bagian depan kemasan dan melarang minuman Grade D untuk beriklan, di Indonesia iklan minuman manis justru dapat porsi tayang khusus. Fakultas Kesehatan UGM menyebut Iklan minuman manis ditayangkan secara luas di empat stasiun televisi swasta di Indonesia. Bahkan waktu penayangan iklan paling tinggi ada pada hari Sabtu dan Minggu pukul 06.00-21.00 WIB, ketika program anak-anak tayang.  

Rencana Cukai Minuman Manis Kurang Efektif

Setelah tertunda bertahun-tahun, cukai atas MBDK kemungkinan akan dipungut pada tahun depan (2025). Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR) menyepakati bahwa penerapan cukai minuman manis dapat mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi tinggi MBDK di Indonesia.

"BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar minimal 2,5% dan secara bertahap sampai dengan 20%," ujar Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya dalam simpulan Rapat Kerja BAKN dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Selasa (10/9/2024).

Di Indonesia, sepanjang sejarah tercatat hanya 5 jenis barang yang pernah kena cukai. Kelimanya adalah minyak tanah, alkohol sulingan, bir, gula, dan tembakau. Saat ini, cukai hanya berlaku untuk tiga kategori barang yaitu hasil tembakau, etil alkohol, dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA). Jumlah tersebut sangat sedikit dibanding negara lain yang sudah mengenakan cukai atas komoditi minuman berpemanis, kendaraan bermotor, dan bahan bakar minyak. 

Pemerintah masih dapat melakukan ekstensifikasi barang kena cukai karena terdapat ruang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Salah satu alasan pengenaan cukai adalah bentuk pengawasan dan pembatasan produk yang berdampak negatif. Misalnya, produk yang membahayakan kehidupan manusia dan atau merusak kesehatan. Cukai MBDK memenuhi karakteristik tersebut. 

Lihat saja Data Kementerian Perindustrian yang menyebut industri minuman ringan di Indonesia berkembang hampir 300% dalam jangka waktu sepuluh tahun (2005-2014). Artinya setiap tahun terdapat kenaikan produksi sebesar 30%. 

Rosyada dan Ardiansyah sempat menyusun Kajian Ekonomi Keuangan yang diterbitkan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (2017, pdf). Di dalamnya tertulis tingkat konsumsi MBDK di Indonesia dalam 20 tahun terakhir juga mengalami peningkatan hingga 15 kali lipat, dari semula sekitar 51 juta liter (1996) menjadi 780 juta liter (2014). 

“Pada 1996 mayoritas konsumsi MBDK adalah jenis minuman berkarbonasi/mengandung CO2, sekitar 24 juta liter,” tulis laporan tersebut. 

Jumlah konsumsi minuman ringan berpemanis mengalami kenaikan sangat signifikan, sebesar 105%. Sedangkan tren minuman favorit berubah sejak tahun 2005, dari minuman soda menjadi air teh dalam kemasan, dengan tingkat konsumsi hampir mencapai 110 juta liter.

“Dampak konsumsi MBDK ini lebih menyasar ke kelompok ekonomi bawah karena mereka lebih sensitif terhadap harga. Kalau sakit pun, mereka yang lebih sulit menjangkau fasilitas kesehatan,” jawab Raisa ketika ditanya mengenai kelompok paling terdampak promosi minuman manis. 

Sayangnya besaran cukai 2,5% menurut Raisa tak akan berdampak pada penurunan konsumen minuman manis kemasan. Ia memberi contoh, minuman kemasan seharga Rp1.000 yang banyak dijual di warung kelontong. Dengan besaran cukai tersebut, kenaikan harganya hanya sebesar Rp25.

Besaran cukai yang terlalu rendah, katanya tak akan menurunkan konsumsi gula di masyarakat. CISDI telah melakukan studi perhitungan cukai MBDK dan merekomendasikan tarif minimum sebesar 20% dari harga produk. Besarannya bisa bervariasi tergantung komposisi pemanisnya–semakin tinggi kandungannya, cukai juga akan semakin besar.

“Cukai sebesar 17% baru terlihat penurunan jumlah konsumsi gulanya. Tapi studi kita pada tahun 2021 menggagas 20% cukai MBDK,” lanjut Raisa.

Artinya dengan produk minuman manis paling murah, yakni Rp1.000, cukai sebesar 20% meningkatkan harga produk menjadi Rp1.200. Namun usulan ini jelas ditentang habis-habisan oleh Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman. Mereka cenderung merekomendasikan promosi kesehatan secara masif untuk menurunkan beban PTM, ketimbang cukai.

Pengenaan cukai minuman manis, menurutnya, berpotensi mengerek kenaikan harga hingga 30%. GAPMMI menghitung nilai pengenaan cukai MBDK berada di kisaran Rp 1.700 per liter. Angka ini dianggap akan berdampak serius bagi industri minuman berpemanis, dan berakhir pada pengurangan tenaga kerja.

“Kita berharap bisa edukasi masyarakat. Karena ujung-ujungnya masyarakat sendiri yang harus makan makanan seimbang, beraktivitas dan sebagainya,” kata Adhi di JI-Expo Kemayoran, Rabu, (4/9/2024).

Padahal pada akhir 2022 lalu, tepatnya pada tanggal 13 Desember, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi merekomendasikan negara-negara anggota untuk menerapkan kebijakan fiskal terhadap minuman berpemanis. Setidaknya hingga sekarang ada 85 negara yang sudah menerapkan kebijakan serupa di wilayahnya.

Dan, negara-negara yang telah menerapkan cukai MBDK terbukti berhasil menurunkan tingkat konsumsi minuman manis. Meksiko, misalnya, mampu menurunkan jumlah pembelian minuman manis sebesar 19% dengan penerapan cukai MBDK 10%.Di kawasan Amerika, penerapan cukai minuman manis juga diprediksi menurunkan konsumsi minuman manis sampai 24%. 

Sementara di Inggris, kebijakan ini berbuah pada penurunan kadar gula masyarakat sebesar 11% dalam periode 20016-2017. Produsen minuman pun kemudian terdorong untuk melakukan formulasi ulang agar produknya lebih rendah gula. Dari sisi kesehatan, studi pemodelan di Thailand juga menunjukkan cukai MBDK sebesar 20-25% mampu menurunkan prevalensi obesitas sebesar 3,83-4,91%. 

Studi terbitan BMJ Global Health pernah memformulasikan pemodelan cukai MBDK dan melihat dampak kesehatan jangka panjang di Indonesia. Penarikan cukai minuman manis sebesar Rp5 ribu per liter mampu mencegah angka kejadian diabetes, stroke, dan jantung iskemik sebanyak 63 ribu hingga 1,5 juta kasus dalam jangka waktu 25 tahun.

Jika melihat pemodelan di berbagai negara tersebut, sudah selayaknya pemerintah–yang waras dan benar ingin menurunkan konsumsi gula–menerima usulan cukai MBDK di atas 17%, alih-alih pungutan normatif sebesar 2,5% saja.
 

Reporter, Penulis, dan Editor: Aditya Widya Putri

Periset: Aditya Widya Putri, Anggita Raissa, Ryan Setiawan