Jejak Hasbara di Imperium Bisnis Geothermal Israel di Indonesia

Ringkasan Cepat:

  1. Hasbara Israel diduga memuluskan jalan Ormat Technologies masuk proyek panas bumi Indonesia.

  2. Ormat menguasai PLTP di Sumut, Jatim, Sulut, Maluku, dan Jabar dengan saham 12,75–100%.

  3. Proyek mendapat sokongan dana asing, tapi menuai kritik soal dampak lingkungan dan sosial.


Propaganda Hasbara dan Bisnis Panas Bumi di Indonesia
Hasbara—mesin propaganda diplomasi publik Israel—tidak hanya mengubah persepsi dunia terhadap Israel, tetapi juga menjadi jembatan masuknya bisnis raksasa panas bumi Ormat Technologies ke Indonesia. Perusahaan ini kini mengoperasikan proyek-proyek besar di Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Maluku, hingga Jawa Barat.

Leila (nama samaran), salah satu peserta Hasbara Fellowships, mengungkap bahwa program ini tidak hanya mengajarkan advokasi pro-Israel, tapi juga mempromosikan teknologi energi berkelanjutan, termasuk geothermal yang dikelola Ormat. Dari seminar di Israel, ia baru tahu bahwa Ormat memiliki proyek di Indonesia—informasi yang ternyata tercantum di situs resmi Hasbara Fellowships.


Dari Sarulla Hingga Ijen: Jejak Ormat Technologies di Indonesia
Berdiri di Yavne, Israel, dan kini berkantor pusat di Reno, Nevada, Ormat telah mengoperasikan PLTP di lebih dari 20 negara. Di Indonesia, portofolionya mencakup:

  • PLTP Sarulla (Sumatera Utara) – saham 12,75%, kapasitas 3×110 MW, dikelola bersama Medco Energi dan perusahaan Jepang.

  • PLTP Ijen (Jawa Timur) – saham 49%, kapasitas 110 MW, didanai skema JETP senilai ratusan juta dolar.

  • Toka Tindung (Sulawesi Utara) – saham mayoritas hingga 100% pada tahap eksplorasi.

  • Wapsalit (Maluku) – saham penuh, dalam tahap pengembangan.

  • PLTP Salak (Jawa Barat) – teknologi binary cycle, diklaim ramah lingkungan, dikerjakan dengan Star Energy Geothermal.


Pendanaan Asing dan Kontroversi Lingkungan
Proyek Ormat di Indonesia didukung dana besar, mulai dari Bank Pembangunan Internasional AS, GFANZ, hingga PT Sarana Multi Infrastruktur. Namun, laporan riset CELIOS menyoroti dampak sosial dan lingkungan—mulai dari perubahan tata guna lahan, pembangunan infrastruktur besar-besaran, hingga potensi kerusakan ekosistem.


Kesimpulan
Di balik narasi energi bersih, masuknya Ormat Technologies ke Indonesia tak lepas dari strategi Hasbara. Meski membawa investasi miliaran dolar, jejak bisnis ini juga memunculkan pertanyaan besar: Apakah transisi energi kita benar-benar berkelanjutan, atau hanya wajah baru dari eksploitasi sumber daya?

 

Jejak Hasbara di Imperium Bisnis Geothermal Israel di Indonesia

Oleh Fajar Nugraha

15 Agustus 2025

 

TL;DR

1. Hasbara Israel diduga bantu Ormat Technologies masuk ke proyek panas bumi Indonesia

2. Ormat kuasai PLTP di Sumut, Jatim, Sulut, Maluku, dan Jabar dengan kepemilikan 12,75-100%

3. Proyek disokong dana asing namun menuai kritik soal dampak lingkungan dan sosial

Diplomasi publik Israel atau hasbara tak hanya memoles citra Israel di mata dunia. Kampanye mereka mendemonisasi pihak-pihak pejuang kemerdekaan Palestina. Sebagai mesin propaganda, hasbara ikut menjadi jembatan bisnis geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia yang menuai petaka.

Selain produk makanan dan minuman, teknologi, atau bahkan senjata, Indonesia dan Israel punya kerja sama bisnis di sektor geothermal berskala besar. Ormat Technologies yang merupakan raksasa geothermal Israel, membangun imperium bisnisnya di sejumlah lokasi di Indonesia.

“Ada seminar untuk memerangi gerakan BDS [Boikot, Divestasi, dan Sanksi Israel] dan pengenalan teknologi militer Israel. Ada juga sesi pengenalan kampanye tentang proyek geothermal Israel di seluruh dunia. Salah satunya di Indonesia,” ungkap Leila (tentu bukan nama sebenarnya), salah satu Fellow Hasbara saat dihubungi Deduktif melalui saluran Signal pada Senin, 27 Januari 2025.

Pada tahun 2018, Leila masih menjadi mahasiswa magister di salah satu perguruan tinggi New Jersey, Amerika Serikat. Selama 14 bulan menempuh studi di sana, ia mengikuti program Hasbara Fellowships bersama 2 orang teman kampus. Keikutsertaan Leila pada Hasbara Fellowships, mengantarkannya pada sejumlah program pelatihan advokasi tentang Israel di mata dunia. Salah satunya termasuk program Think Green Think Blue.

Menurut pengakuan Leila, Think Green Think Blue adalah salah satu program Hasbara Fellowships yang memperkenalkan berbagai teknologi agrikultur hingga proyek energi berkelanjutan Israel. Bersama 30 mahasiswa lain yang mayoritas menempuh studi di Amerika, Leila mengikuti sesi Think Green Think Blue tersebut.

Seperti yang sudah Deduktif ungkap di laporan Melacak Operasi Hasbara di Indonesia, Hasbara Fellowships merupakan rangkaian program residensi, yang menjadi salah satu jangkar kooptasi di segmen akademik dari pemerintah Israel terhadap mahasiswa di seluruh dunia.

Hasbara Fellowships membawa ratusan mahasiswa dari Amerika dan negara lain ke Israel setiap musim panas dan musim dingin. Hasbara Fellowships memberi mereka pelatihan, seminar, dan perangkat, untuk nantinya menjadi pemimpin kampanye pro-Israel di kampus masing-masing.

“Dalam rangkaian seminar itu, kami diajak mengunjungi beberapa lokasi. Kami ke Jerussalem, perbatasan Israel-Mesir, Sderot, mengunjungi kantor perusahaan teknologi di Tel Aviv, sampai mengunjungi gedung Knesset atau gedung DPR-nya pemerintah Israel,” urai Leila tentang rute tur program Hasbara Fellowships yang ia ikuti.

Selama tur ke beberapa lokasi itu, Leila dan peserta Hasbara Fellowships lain bertemu dengan sejumlah sosok dengan peran strategis di Israel, di antaranya jurnalis Israel, perwira kepolisian Israel, diplomat, pejabat IDF, hingga pemimpin perusahaan startup dan perusahaan energi Israel.

Ketika bertemu dengan pemimpin perusahaan energi Israel, Leila dan mahasiswa lain di rombongannya mendapat sesi pengenalan kampanye Think Green Think Blue. Si pemateri merupakan perempuan berusia sekitar 50 tahun di jajaran direksi sebuah perusahaan energi asal Israel berbasis di Kota Lod.

“Saya lupa nama [pemateri Think Green Think Blue] dan berasal dari perusahaan mana. Tapi ia menjelaskan soal proyek desalinasi air Israel, food security, proyek pembangkit listrik solar thermal, dan proyek geothermal. Nah, di situ dia sebut Ormat dan Indonesia,” kenang Leila.

Sebagai darah Indonesia, Leila sempat berkerut dahi atas informasi tersebut. Ia baru mengetahui bahwa Indonesia menjadi salah satu negara lokasi proyek geothermal Ormat Technologies setelah memeriksa laman resmi Hasbara Fellowships.

Berdasarkan informasi yang tertera di laman resmi Hasbara Fellowships, kampanye Think Green Think Blue merupakan 1 dari 6 kampanye utama Hasbara Fellowships. Kampanye Think Green Think Blue masuk pada poin Global Environmental Impact. 5 kampanye lain Hasbara Fellowships yang mereka berikan pada peserta antara lain: 1) Diverse, Tolerant Society, 2) Crisis Relief and Humanitarian Aid, 3) Counter Israel Apartheid Week, 4) Celebrate Israeli Women, dan 5) Cardiac Care for Children.

Pihak Hasbara Fellowships mengklaim bahwa Think Green Think Blue berupaya meningkatkan kesadaran akan lingkungan Israel dan upaya untuk memperbaiki dunia melalui proyek-proyek energi berkelanjutan. Kampanye ini terbagi ke dalam 2 fokus. Jika Think Green berfokus pada food securitywaste management, dan environmental peace-building. Maka Think Blue berfokus pada solar powerclean energy, dan water security.

“Ormat Technologies dari Israel berupaya merancang, memproduksi, dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang menyediakan solusi energi berkelanjutan di lebih dari 20 negara termasuk: Amerika Serikat, Selandia Baru, Indonesia, Jerman, Jepang, dan Kenya,” tulis Hasbara Fellowships di laman resminya.

Dari Jawa Hingga Sumatera, Imperium Bisnis Ormat Technologies di Indonesia

Ormat Technologies

Dari kesaksian Leila dan informasi yang tertera di laman resmi Hasbara Fellowships, Deduktif menelusuri lebih jauh soal Ormat Technologies dan di mana saja proyek PLTP mereka beroperasi di Indonesia. Kami menelusuri sejumlah dokumen keuangan mereka, mulai dari laporan tahunan perusahaan (annual report), dokumen presentasi perusahaan (investor presentation), hingga laporan keberlanjutan perusahaan (sustainability report).

Dari laporan presentasi perusahaan Ormat Technologies yang terbit pada Maret 2025, perusahaan ini telah beroperasi selama 60 tahun. Awalnya Ormat Technologies berdiri di Yavne, Israel, dan kini berkantor pusat di Reno, Nevada, Amerika Serikat. Dalam portofolio bisnisnya, mereka telah mengeksplorasi, mengembangkan, merancang, memproduksi, membangun, memiliki, dan mengoperasikan PLTP di dunia.

Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE: ORA) dan Tel Aviv Stock Exchange (TASE), Ormat Technologies punya struktur kepemilikan yang sebagian besar dimiliki investor institusional dan individu swasta.

Meski berkantor pusat di Amerika Serikat, Ormat Technologies aktif dalam proyek energi di Israel. Pada awal tahun 2025, perusahaan ini memenangkan tender dari Otoritas Listrik Israel untuk 2 proyek fasilitas penyimpanan energi dengan kapasitas gabungan sekitar 300 MW/1.200 MWh.

Per akhir tahun 2024, Ormat Technologies mengklaim telah mengoperasikan proyek yang menghasil pasokan listrik senilai total 1,5 GW ke seluruh dunia. Proyek-proyek mereka di antaranya adalah proyek geothermal, Solar Photovoltaic (Solar PV) yang mengandalkan energi cahaya matahari, dan proyek pembangkit listrik berbasis Recovered Energy Generation (REG) yang mengolah energi panas buang (waste heat) menjadi listrik.

Masih dikutip dari laporan presentasi perusahaan itu, sekitar 1.500 orang bekerja untuk proyek-proyek Ormat Technologies. Raksasa geothermal Israel ini pun meraup pendapatan senilai USD880 miliar selama tahun 2024, dengan total keuntungan yang mencapai USD124 miliar.

Portofolio electricity dari laporan presentasi perusahaan Ormat Technologies itu, menyebut semua proyek geothermal di Indonesia telah menghasilkan 59 mega watt. Dua proyek geothermal yang berada di Indonesia, dan tercantum dalam laporan presentasi perusahaan adalah PLTP Sarulla di Tapanuli Utara, Sumatera Utara; dan PLTP Ijen yang berada di Kawah Ijen, Jawa Timur.

Peta Lokasi PLTP Sarulla,
Tapanuli Utara,
Sumatera Utara

Leaflet | © OpenStreetMap

Mengacu pada laporan tahunan 2024 Ormat Technologies, mereka memiliki 12,75% dari saham keseluruhan di proyek geothermal Sarulla. Sedangkan di proyek PLTP Ijen, Ormat Technologies memiliki saham sebesar 49%.

Dalam skema proyek geothermal Sarulla, proyek ini dibangun oleh sebuah konsorsium bisnis yang bernama Sarulla Operations Ltd. Selain Ormat Technologies, perusahaan Indonesia yang tergabung dalam konsorsium ini adalah PT Medco Energi Internasional Tbk, perusahaan energi milik Arifin Panigoro (alm). Selain itu, di konsorsium Sarulla Operations Ltd ada 3 perusahaan energi asal Jepang yakni Itochu Corporation, Kyushu Electric Power Company, dan Inpex Corporation.

Dari laporan profil perusahaan Sarulla Operations Ltd, total investasi proyek PLTP Sarulla mencapai USD 1,7 miliar. Konsorsium Sarulla membangun 1 unit PLTP di Kecamatan Pahae Jae dengan nama Pembangkit Listrik Silangkitang (SIL). Kemudian mereka membangun 2 unit PLTP di Kecamatan Pahae Jae dan Pahae Julu dengan nama Pembangkit Listrik Namora-I Langit (NIL).

“SOL [Sarulla Operations Ltd] telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi terbesar di dunia, dalam satu kontrak dengan kapasitas 3x110 MW untuk berkontribusi atas kebutuhan listrik di Sumatera Utara,” klaim Sarulla Operations Ltd dalam laporan profil perusahaan mereka.

Proses pembangunan ketiga unit PLTP itu dimulai sejak Mei 2014. Jika Pembangkit Listrik Silangkitang dan Namora-I-Langit 1 sudah beroperasi secara komersial sejak Maret dan Oktober 2017, proyek Namora-I-Langit 2 baru beroperasi Mei 2018.

Sarulla Operations Ltd mengklaim bahwa proyek geothermal mereka lebih efisien daripada proyek geothermal tipe konvensional. Sebab semua pembangkit listrik Sarulla Operations Ltd memanfaatkan geothermal combined cycle units, yang–menurut mereka–dapat menjaga kesinambungan sumber daya panas bumi.

Ada beberapa linimasa penting dalam sejarah perkembangan PLTP Satulla. Mengutip beberapa poin pada Historical Milestone di laman resmi Sarulla Operations Ltd, proyek PLTP Sarulla awalnya berada di tangan Unocal North Sumatera Geothermal (UNSG). UNSG merupakan anak perusahaan Unocal yang merupakan perusahaan energi asal Amerika Serikat. Pada tahun 1993, UNSG menandatangi kontrak operasi bersama dengan Pertamina dan perjanjian jual beli listrik dengan PLN.

Dari rentang 1993 sampai 1997, UNSG melakukan eksplorasi pengeboran di Silangkitang, Namora-I-Langit, dan Sibual Buali, Sumatera Utara. UNSG kemudian memperoleh sebagian lahan dan membangun kantor serta gudang. Namun pada 1998 ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia dan bahkan seluruh Asia, UNSG menangguhkan proyek PLTP Sarulla.

Baru pada Februari 2004, PLTP Sarulla secara hukum proyek beralih dari UNSG ke PLN. Di tahun yang sama, PLN kemudian melakukan penawaran pengembangan proyek PLTP Sarulla kepada perusahaan-perusahaan yang nantinya tergabung di Sarulla Operations Ltd. Lantas di tahun 2006, PLN resmi memilih Sarulla Operations Ltd sebagai konsorsium untuk mengembangkan proyek PLTP Sarulla.

Tentakel bisnis Ormat Technologies merentang di Ijen, Jawa Timur. Berdasarkan siaran pers dari PT Medco Energi Internasional Tbk (Medco Energi) pada 7 Februari 2025, mereka mengumumkan bahwa PLTP Ijen telah resmi beroperasi.

Peta Lokasi PLTP Ijen,
Jawa Timur

Leaflet | © OpenStreetMap

Dalam siaran pers itu, PT Medco Power Indonesia (Medco Power) tercatat sebagai anak perusahaan dari Medco Energi. Bersama dengan Medco Power, Ormat Technologies kemudian membangun perusahaan patungan bernama PT Medco Cahaya Geothermal (MCG). PT MCG lah yang kemudian berhasil membangun dan mengoperasikan secara komersial PLTP Ijen.

Dengan total kapasitas yang direncanakan PT MCG sebesar 110 MW, PLTP Ijen mulai operasi tahap pertama dengan menyalurkan 35 MW ke jaringan listrik Jawa, sesuai dengan perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) selama 30 tahun. Masih dari siaran pers Medco Power, PLTP Ijen didukung oleh 83 menara transmisi dan jalur transmisi 150kV. Medco Power menggadang, bahwa proyek ini bakal meningkatkan stabilitas jaringan listrik, dan diharapkan mengalirkan listrik ke sekitar 85.000 rumah tangga di sistem Jawa-Bali.

Dikutip dari laporan penelitian “Menambang Solusi Palsu: Polemik JETP dalam Kasus Proyek Geothermal Ijen” yang dirilis oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS)—lembaga penelitian independen yang fokus pada kebijakan ekonomi dan hukum—pada Februari 2025, PLTP Ijen mendapat dukungan finansial dari Just Energy Transition Partnership (JETP), dengan nilai pinjaman senilai USD126 juta dari Bank Pembangunan Internasional Amerika Serikat (DFC).

JETP sendiri merupakan skema kerja sama internasional yang diluncurkan pada KTT G20 di Bali pada 15 November 2022 silam. Skemanya mendukung transisi energi berkeadilan di Indonesia. Selain itu, kemitraan ini melibatkan komitmen pendanaan sebesar USD21,6 miliar. Sumbernya dari negara-negara maju yang tergabung dalam International Partner Group (IPG) sebesar USD11,6 miliar, serta USD10 miliar berasal dari aliansi bank multilateral Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

Untuk mengimplementasikan JETP, Indonesia bahkan membentuk Sekretariat JETP dan menyusun Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) sebagai peta jalan transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Dari sini, PLTP Blawan-Ijen bisa dibangun hingga mulai beroperasi secara komersial.

Menurut temuan CELIOS di laporan penelitiannya, PT MCG mengubah struktur dari perusahaan tertutup dengan penyertaan modal dalam negeri (PMDN), menjadi perusahaan penyertaan modal asing (PMA) setelah masuknya PT Ormat Geothermal Power pada tahun 2019 dalam formasi kepemilikan saham. PT Ormat Geothermal Power sendiri merupakan anak perusahaan Ormat Technologies di Indonesia.

Sejak saat itu, PT MCG resmi dimiliki Medco Power dan PT Ormat Geothermal Power dengan kepemilikan saham 51% untuk Medco Power. Sedangkan jumlah kepemilikan saham Ormat Technologies di akta perusahaan PT MCG, sesuai dengan apa yang tertera di laporan keuangan tahunan Ormat Technologies pada kuartal terakhir 2024, yakni 49% untuk pasokan listrik sebesar 17 MW.

“Komplek bangunan utama PLTP Ijen berada di Desa Kalianyar, Dusun Curah Macan, Kabupaten Bondowoso, di atas lahan HGU PTPN 1 Regional 5 (sebelumnya, PTPN XII) dan Perhutani. Sebagian besar kegiatan konstruksi, akses jalan, penginapan pekerja, dan infrastruktur utama PLTP berada di desa tersebut, ditambah dengan 6 desa di Kabupaten Banyuwangi yang terdampak 83 menara jaringan transmisi 150 kV dan kabel sepanjang 28,3 km yang melintas dari Kalianyar ke Gardu Induk Banyuwangi,” tulis CELIOS dalam laporan penelitiannya.

Laporan penelitian CELIOS juga mengungkap bahwa selain mendapat pinjaman dari DFC dan GFANZ, proyek pembangunan PLTP Ijen juga mendapatkan pinjaman dari perusahaan milik negara. Pinjaman tersebut dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai USD 70 juta atau setara Rp1,1 triliun pada 11 Januari 2023. Pinjaman itu digunakan untuk pembangunan PLTP Ijen tahap pertama dengan kapasitas minimum 31,4 MW.

Bantuan pembiayaan dari PT SMI terhadap PLTP Ijen, masuk pada program Pemerintah Pusat yang disebut Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP). Dalam keterangan yang tertera di laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian berkomitmen untuk mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam rangka transisi energi menuju net zero emission pada 2060.

Komitmen itu mereka wujudkan dalam PISP yang semua pengelolaannya berada di tangan PT SMI sejak 2015. Dalam keterangan lebih lanjut di laman resmi DJJPR, dana PISP sebelumnya disebut bernama Fasilitas Dana Geothermal yang dikelola oleh BLU-Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Salah satu tujuan penyediaan Dana PISP ini untuk mendukung pembiayaan eksplorasi geothermal dengan fasilitas de-risking.

Selain membangun perusahaan patungan dengan Medco Power untuk PLTP Sarulla dan PLTP Ijen, Ormat Technologies juga menjalin kerja sama dengan PT Archi Indonesia Tbk untuk membangun proyek geothermal Toka Tindung. Proyek geothermal ini berlokasi di Desa Winuri, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Dalam surat keterbukaan informasi pembentukan joint venture atau perusahaan patungan yang dikirim PT Archi Indonesia ke Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 24 September 2021, PT Archi Indonesia menandatangani kerja sama dengan PT Ormat Geothermal Indonesia untuk membangun perusahaan bersama dengan nama PT Toka Tindung Geothermal.

“Perusahaan patungan [PT Toka Tindung Geothermal] ini dirancang untuk bekerja sama dalam pengembangan bersama program eksplorasi dan perancangan, rekayasa, pengadaan, pembiayaan, konstruksi, pengujian, komisioning, kepemilikan, pengelolaan, operasi, dan pemeliharaan fasilitas panas bumi yang akan dilaksanakan di dalam Konsesi Pertambangan Entitas Anak Perseroan melalui PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya,” tulis PT Archi Indonesia dalam surat keterbukaan informasi itu.

Dalam surat itu diketahui PT Archi Indonesia mempunyai 25% kepemilikan saham dan PT Ormat Geothermal Indonesia memiliki 75% saham mayoritas. Komposisi kepemilikan saham tercantum juga dalam laporan investor presentation dari Ormat Technologies, Maret 2024. Laporan tersebut menunjukkan Ormat Technologies memiliki kepemilikan saham mulai dari 75-100% di proyek geothermal Toka Tindung yang statusnya masih dalam tahap pengeboran awal.

Lain halnya dengan apa yang tercantum dalam laporan tahunan PT Archi Indonesia selama 2024. Di proyek yang digadang untuk “memperluas horizon bisnis yang berdampak positif secara ekonomi dan lingkungan” itu, PT Archi Indonesia justru tercatat hanya memiliki 5% saham dari total saham keseluruhan PT Toka Tindung Geothermal.

Jumlah kepemilikan saham itu juga disampaikan oleh Hidayat Dwiputro Sulaksono selaku Corporate Secretary PT Archi Indonesia, dalam keterangan tertulis pada 26 Agustus 2024. Ia menyebut bahwa persentase kepemilikan PT Archi Indonesia di proyek geothermal PT Toka Tindung Geothermal adalah sebesar 5%.

Satu lagi proyek geothermal Ormat Technologies terletak di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba, Kabupaten Buru, Maluku. Mengacu kembali pada laporan investor presentation dari Ormat Technologies di Maret 2024, proyek geothermal di Wapsalit statusnya masih dalam pengembangan. Ormat Technologies menguasai 100% saham keseluruhan di proyek geothermal itu melalui PT Ormat Geothermal Indonesia.

Dalam laporan Geothermal 2024 Kaleidoscope and 2025 Outlook yang dirilis oleh Petromindo Research and Consulting—platform yang menyediakan layanan penelitian dan konsultasi di bidang energi—pada Desember 2024, mereka menemukan 3 capaian penting industri geothermal Indonesia selama 2024.

Salah satu dari ketiga capaian itu adalah selesainya proses pengeboran proyek geothermal di Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) Wapsalit oleh PT Ormat Geothermal Indonesia. Setelah proses eksplorasi dan pengeboran awal itu usai, status WPSPE Wapsalit kemudian ditetapkan menjadi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP).

Selain keempat proyek dari PLTP Sarulla hingga Wapsalit, jangkar bisnis Ormat Technologies juga berlabuh di Jawa Barat. Dalam sebuah publikasi di laman resmi Ormat Technologies, mereka mengumumkan perjanjian bisnis baru di Indonesia dengan Star Energy Geothermal Salak.

Peta Lokasi PLTP Salak,
Jawa Barat

Leaflet | © OpenStreetMap

Kontrak bisnis antara Ormat Technologies dan Star Energy Geothermal Salak yang mereka tanda tangani pada Februari 2021 itu, berkaitan dengan pengembangan proyek PLTP Salak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

“PLTP Salak yang menghasilkan 14 MW akan menggunakan teknologi Ormat Energy Converter berpendingin udara, dan memungkinkan 100% injeksi ulang cairan panas bumi yang berfungsi untuk menopang reservoir, dan menghasilkan tenaga listrik tanpa dampak lingkungan sama sekali,” tulis Ormat Technologies dalam publikasi kesepakatan bisnis mereka dengan Star Energy Geothermal.

Mengacu kembali pada laporan tahunan 2024 Ormat Technologies, PLTP Salak memang menjadi salah satu proyeksi lanjutan Ormat Technologies di Indonesia yang memakai teknologi mutakhir dalam pengelolaan sumber panas bumi.

“PLTP Salak merupakan PLTP pertama dengan sistem full single phase binary di Indonesia, kami akan terus mengembangkan dan menguasai pasar biner di Indonesia dengan pembangkit listrik tenaga geothermal dan Recovered Energy Generation,” ungkap Ormat Technologies dalam laporan tahunannya.

Teknologi full single phase binary yang Ormat Technologies gunakan dalam proyek geothermal di PLTP Salak, adalah inovasi dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi yang memanfaatkan teknologi siklus biner (binary cycle). Ormat Technologies mengklaim bahwa teknologi ini memungkinkan pemanfaatan sumber daya panas bumi dengan efisiensi tinggi dan dampak lingkungan yang minimal.

Star Energy Geothermal yang membangun PLTP Salak, memiliki reputasi yang tak kalah mentereng dari Medco Power sebagai operator pembangkit listrik tenaga geothermal terbesar di Indonesia. Anak perusahaan dari Barito Renewables ini, dipimpin oleh beberapa taipan industri ekstraktif, yang rekam jejak kepemilikannya merentang di sejumlah perusahaan keruk-habis Indonesia.

Dalam shareholder information di laman resmi Barito Renewables, pemegang saham mayoritas Star Energy Geothermal yang menjadi bagian dari Barito Renewables adalah PT Barito Pacific Tbk (64,66%). Sedangkan dalam laporan Public Expose 2024 dari PT Barito Pacific Tbk sendiri, nama Prajogo Pangestu merupakan pemegang saham mayoritasnya (71,19%). Maka dari itu, Prajogo Pangestu adalah ultimate beneficial owner dari Star Energy Geothermal.

Kerja sama geothermal dari Ormat Technologies ini, seperti bisa ditebak–layaknya bisnis tambang pada umumnya: Menambah deretan kejahatan korporasi dan kerusakan lingkungan di Indonesia.