Hidete, lelaki O’Hongana Manyawa berusia 50 tahun, hidup bersama keluarga di hutan Ategow, Halmahera Timur. Baginya, hutan adalah rumah, atap, sekaligus sumber kehidupan. Namun, sejak 2007 keluarganya terus jadi sasaran kerakusan warga dan perusahaan tambang nikel.
Bayu dan Eben, anak Hidete, dibesarkan oleh warga desa setelah keluarga mereka ditangkap puluhan orang. Tuduhannya sederhana: mereka dianggap menghalangi “penguasaan hutan” untuk investasi nikel.
Menurut advokat PPMAN, Maharani Caroline, pengavelingan hutan semakin masif sejak ekspansi tambang nikel masuk Halmahera. Surat Keterangan Tanah (SKT) dikeluarkan pemerintah desa, menghalalkan perampasan lahan adat.
Modusnya beragam: dari memberi bantuan makanan, sampai merampas langsung. O’Hongana Manyawa tidak melawan—mereka memilih berpindah lebih dalam ke hutan.
Sejak 1960-an, pemerintah berusaha mengeluarkan O’Hongana Manyawa dari hutan lewat program resettlement. Mereka dicap “tuna-budaya” yang harus dipindahkan ke rumah papan beratap seng.
Namun, banyak yang tidak betah. Generasi tua lebih memilih kembali ke hutan, tempat roh leluhur bersemayam, di mana tradisi mereka hidup.
Menurut Radios Simanjuntak (Universitas Halmahera), resettlement bukan solusi, tapi strategi terselubung agar perusahaan tambang bisa bebas beroperasi.
Risikonya besar:
Hilangnya penjaga hutan alami.
Rentan wabah penyakit karena masyarakat adat tidak punya imunitas.
Tradisi spiritual dan budaya perlahan musnah.
Callum Russell dari Survival International bahkan menyebut program resettlement sebagai “hukuman mati” bagi O’Hongana Manyawa.
PT Weda Bay Nickel (WBN): 45.065 hektar di Halmahera Tengah.
PT Wana Kencana Mineral (WKM): 24.700 hektar di Halmahera Timur.
PT Arumba Jaya Perkasa (AJP): 1.818 hektar (belum beroperasi).
PT Alam Raya Abadi: 924 hektar (beroperasi hingga 2027).
JATAM mencatat, hanya WBN saja sudah membabat 6.474 hektar hutan periode 2011–2024.
Dengan proyek hilirisasi nikel yang digaungkan pemerintah, ruang hidup Suku O’Hongana Manyawa makin terhimpit.
Bagi Hidete dan tetua adat lain, bertahan di hutan bukan sekadar melawan tambang, tapi mempertahankan warisan leluhur.
“Tidak saya izinkan (perusahaan masuk). Sampai ke dalam sini tidak bisa. Saya tidak izinkan!” tegas Hidete.
Tambang nikel di Halmahera bukan hanya soal ekonomi, tapi soal hidup-mati sebuah peradaban. Suku O’Hongana Manyawa kini berdiri di garis terakhir—antara bertahan di hutan, atau perlahan punah ditelan ambisi negara.