Bisnis Gelap Tipuan Asmara dari Balik Rutan Kebonwaru

uatkan keyword seo serp yang hitnya tinggi dari artikel berikut ini, "Seperti kerja di startup, ada jabatan!": Bisnis Gelap Tipuan Asmara dari Balik Rutan Kebonwaru TL;DR Rumah Tahanan (Rutan) Kebonwaru Bandung menjadi lokasi kejahatan tipuan asmara yang terorganisir, mulai dari pejabat Rutan hingga para tahanan. Para pelaku menggunakan identitas orang lain yang bernama Khairul Amri untuk menggaet para korban. Mayoritas korban merupakan pekerja migran. Estimasi kerugian korban terhitung sejak tahun 2018 hingga Desember 2023 mencapai Rp2,2 milyar Rumah Tahanan Kelas 1 Bandung (Rutan Kebonwaru) yang semestinya menjadi tempat perawatan pelaku pidana—entah tersangka atau terdakwa selama proses peradilan—justru menjadi muasal kejahatan terorganisir yang mampu meraup puluhan juta rupiah setiap pekan. Di rutan yang berlokasi di Jalan Jakarta No.47, Kebonwaru, Kota Bandung itu, sejumlah tahanan atau warga binaan melakukan operasi tipuan asmara (love scams). Tidak hanya para tahanan saja yang menjalankan operasi. Lewat kesaksian dua narasumber yang merupakan bekas tahanan Rutan Kebonwaru, sejumlah petugas dan pejabat rutan juga andil dalam operasi tipuan asmara ini. Deduktif menemui langsung keduanya ketika masih menjadi tahanan Rutan Kebonwaru. Selain kesaksian mereka, kami menghimpun puluhan akun Facebook pelaku tipuan asmara, hingga bukti para korban. Semuanya mengantarkan kami pada bisnis gelap tipuan asmara di Rutan Kebonwaru. Lantas, apa yang melatari kejahatan tipuan asmara terorganisir di Rutan Kebonwaru? Sejauh mana petugas atau pejabat rutan terlibat dalam bisnis gelap beromzet puluhan juta ini? Apakah peran rutan hari ini memang jadi lahan subur kejahatan terorganisir? Aktor yang Beroperasi Nael—tentu bukan nama sebenarnya—adalah sosok pertama yang membuka informasi tentang operasi tipuan asmara di Rutan Kebonwaru kepada Deduktif. Ia menjalani tahanan di Rutan Kebonwaru sejak tahun 2020. Nael memberitahu Deduktif bahwa ada 2 metode tipuan asmara yang selama ini beroperasi dari dalam Rutan Kebonwaru. Yang pertama, tipuan asmara dari tahanan perseorangan dengan memakai identitas asli si tahanan. Sedangkan kedua, tipuan asmara terorganisir, tak hanya melibatkan tahanan, melainkan ada andil petugas rutan. Tipuan asmara perseorangan menyasar korban lewat aplikasi kencan daring, sementara tipuan asmara terorganisir menyasar korban dari media sosial seperti Facebook dan Instagram dengan memakai identitas palsu. Di Rutan Kebonwaru sendiri, ada 2 bangunan 3 lantai yang memuat 6 blok. Blok A dan F berisi tahanan yang kebanyakan terjerat kasus kriminal. Blok B diisi oleh tahanan dengan kasus narkoba. Blok C merupakan blok karantina atau blok awal pengenalan lingkungan terhadap tahanan. Sedangkan Blok D diisi oleh tahanan dengan kasus tindak pidana korupsi sekaligus kamar tahanan pendamping (tamping). Blok A, B, dan C berada di satu gedung yang sama. Sedangkan Blok D, E, dan F berada di gedung lainnya. Susunan lantai mulai dari yang terbawah, disesuaikan dengan urutan alfabet. Di antara kedua gedung itu, ada satu blok terpisah, yakni Blok G. Menurut Nael, Blok G merupakan kamar Korve, tangan kanan petugas lapas. “Dapur sama kamar lansia di situ juga,” imbuh Nael. Nael menyebut, Blok E yang menampung tahanan kriminal di Rutan Kebonwaru, menjadi lokasi sejumlah tahanan melakukan operasi tipuan asmara. Di Blok E yang terdiri atas 30 kamar itu, nyaris semua kamar menjalankan operasi tipuan asmara. Di setiap kamar, terdapat 20-30 tahanan yang andil dalam operasi. Hanya 2-3 kamar saja yang menurut Nael tidak menjadi kamar operasi. “[Tipuan asmara] di dalam [Rutan Kebonwaru] itu benar-benar terstruktur. Kayak kerja di startup aja gitu. Ada jabatannya,” kata Nael kepada Deduktif saat kami temui di Rutan Kebonwaru pada 5 Juni 2023 silam. Nael menyebut ada 3 jabatan atau peran dalam operasi tipuan asmara di Rutan Kebonwaru: Chief Executive Officer (CEO), Human Resource Development (HRD), dan shooter. Ketiga posisi itu dijalankan oleh para tahanan di Blok E dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Shooter adalah sebutan bagi tahanan yang bertugas di hilir operasi tipuan asmara. Mereka yang berkomunikasi dengan target atau korban. Nael menyebut kalau shooter di Rutan Kebonwaru hanya berbekal gawai saja. Mereka membidik korban dari Facebook dan Instagram. Beragam identitas profesi dipakai oleh para shooter dalam menjaring korban. Di antaranya mereka sering mengaku sebagai pekerja kantoran, hingga pekerja kapal ikan yang berbulan-bulan kapalnya tak sandar. Ada sebutan khusus yang dipakai oleh para pelaku tipuan asmara di Rutan Kebonwaru untuk menyebut target sasaran atau korban. “Istilahnya ‘Kijang’,” kata Nael. Di atas shooter, tahanan yang berperan sebagai HRD di setiap kamar bertugas memberi daftar bidikan korban kepada shooter. Selain itu, HRD juga punya peran lain selama operasi berjalan. Nael mengilustrasikan bahwa HRD kerap berperan sebagai atasan gadungan dari para shooter. Mereka akan menjadi sosok yang membantu jalannya komunikasi antara shooter dengan korban. Di atas shooter dan HRD, ada yang posisi yang disebut dengan CEO. Setiap kamar di Rutan Kebonwaru mempunyai seorang kepala Rukun Tetangga (RT) atau semacam kepala kamar. Sosok inilah yang bertugas sebagai CEO dalam rantai operasi tipuan asmara. Menurut Nael, tugas CEO ini antara lain merekapitulasi hasil tipuan asmara per pekan, hingga memberi komando pada kurir ATM di luar rutan. Kurir ATM yang Nael maksud adalah orang yang dapat mengakses dana di rekening hasil tipuan asmara dari para korban, tapi tidak terafiliasi dengan tahanan atau petugas rutan. “CEO biasanya memberi perintah pada kurir ATM untuk narik-narikin uang [hasil tipuan asmara] di luar. Setelah itu, kurir-kurir ATM itu menyetornya ke rutan. Rekeningnya beli, atas nama orang lain,” urai Nael. Selain 3 aktor dari dalam kamar operasi dan 1 dari luar rutan, ada 1 lagi aktor yang tak kalah penting dalam rantai operasi tipuan asmara di Rutan Kebonwaru. Aktor ini bahkan disebut Nael berhubungan langsung dengan petugas atau pejabat lapas. Mereka dijuluki “Korve”. Menurut Nael, Korve merupakan sebutan bagi tahanan di Rutan Kebonwaru yang menjadi tangan kanan petugas atau pejabat lapas. Mereka bekerja tanpa diupah, persis seperti sistem kerja paksa. Korve ditugasi berkeliling ke setiap kamar di blok untuk menagih hasil tipuan asmara. Nantinya Korve menyetor hasil operasi ke petugas atau pejabat lapas. Alur Operasi Jalal—yang juga bukan nama sebenarnya—turut memberi kesaksian tentang kejahatan tipuan asmara di dalam Rutan Kebonwaru kepada Deduktif. Sama seperti saat mewawancarai Nael, Jalal juga masih berstatus sebagai tahanan. Deduktif pertama kali menemui keduanya pada Juni 2023. Jalal sudah mengetahui soal kejahatan tipuan asmara yang jadi bisnis gelap di Rutan Kebonwaru, bahkan sejak pekan-pekan awal masuk rutan. Ia tahu karena pada pekan ketiga berada di Rutan Kebonwaru, banyak RT atau CEO yang sudah membidik tahanan-tahanan baru untuk bergabung ke kamar operasi mereka. “Dua minggu awal kan karantina karena waktu itu Covid. Nah di minggu ketiga pas masuk Penaling [pengenalan lingkungan], RT-RT itu masuk ke ruang Penaling dan nanya-nanya kita bisa apa. Udah mulai nawarin [ikut operasi tipuan asmara],” kata Jalal kepada Deduktif di ruang kunjungan tahanan Rutan Kebonwaru, Juni 2023 silam. Menurut Jalal, Penaling merupakan semacam tahapan ospek yang mesti dilalui tahanan sebelum masuk ke blok khusus sesuai tindak pidana masing-masing. Sejak di ruang Penaling, Jalal dan tahanan lain didatangi oleh CEO dan HRD dari tiap kamar operasi tipuan asmara. Mereka seperti para pemandu bakat yang tengah mengincar talenta terbaik untuk masuk ke tim. “Kayak ada bursa transfernya gitu persis di sepak bola,” imbuh Jalal. Bursa transfer yang Jalal maksud berkaitan dengan rebutan tahanan dari masing-masing CEO di kamar operasi. Setiap ada satu tahanan yang sudah diincar oleh salah satu CEO di ruang Penaling, namun diambil CEO lain, maka CEO yang merekrut mesti membayar denda kepada CEO yang lebih dahulu mengincar tahanan. Setelah usai masa Penaling dan ditempatkan di Blok E–yang memang semua kamarnya menjadi kamar operasi tipuan asmara–tahanan kemudian melalui semacam pelatihan sekitar 1-3 hari untuk memulai operasi. Jalal menjelaskan bahwa di masa pelatihan kilat itu, tahanan akan mengenal skema tipuan, jadwal operasi, cara berkomunikasi dengan korban, hingga trik agar berhasil “mutus”. “Mutus” atau “putus” adalah istilah yang dipakai tahanan untuk menyebut tahap penutup dari operasi tipuan asmara. Mereka yang berhasil menipu dan mengambil keuntungan materiel dari korban, dianggap telah berhasil “mutus”. Jalal dan Nael menyebut, hari kerja para tahanan di blok operasi tipuan asmara dimulai Senin sampai Jumat. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu, mereka libur operasi. Sebagai ujung tombak operasi, para shooter diberi gawai oleh CEO. Jalal menyebut bahwa ada shooter yang dilengkapi laptop, namun tidak banyak. Perangkat standar mereka cukup dengan satu unit ponsel per shooter. Dengan memakai sambungan internet dari provider di gawai masing-masing, para shooter mengoperasikan satu atau lebih dari satu akun Facebook untuk memulai operasinya. Mereka memakai identitas palsu dengan ragam latar profesi. Di antaranya mulai dari seorang pekerja di kapal pesiar, pekerja kantoran, hingga petugas pengeboran minyak lepas pantai. “Banyak shooter yang pake identitas atas nama Khairul Amri. Orang itu aslinya dari Malaysia dan memang bekerja di perusahaan migas. Shooter-shooter itu nyomot foto Khairul Amri dari Instagram-nya. Diubah namanya jadi Fahri, Rizal, atau siapalah,” ungkap Nael. Dari penelusuran Deduktif, sosok Khairul Amri yang Nael maksud, memiliki akun Instagram dengan nama pengguna @am_leex dan TikTok dengan nama pengguna @khairulxamri. Ia memang berasal dari Malaysia dan bekerja untuk Fugro, perusahaan migas asal Belanda. Beberapa konten di media sosial Khairul Amri, menunjukkan aktivitas selama ia bekerja di pengeboran lepas pantai. Menurut kesaksian Nael dan Jalal, mayoritas korban tipuan asmara dari Rutan Kebonwaru adalah perempuan usia 40-45 tahun, yang berprofesi sebagai pekerja migran. Setiap shooter tidak hanya beroperasi pada satu korban saja. “Mereka tebar jaring, menyasar ke banyak korban,” imbuh Nael. Para shooter lebih suka membidik pekerja migran karena lokasi korban yang berada jauh dari Indonesia, sehingga korban akan sulit bertemu langsung atau melacak pelaku. Selain itu, korban pekerja migran cenderung tak memiliki kemampuan memeriksa identitas pemilik akun. Mereka juga dianggap mudah didekati karena merasa kesepian dan butuh teman mengobrol. Di tahap awal komunikasi dengan korban, para shooter akan membangun obrolan intensif. Nael menyebut bahwa shooter akan meladeni setiap pesan instan korban. Komunikasi awal itu merupakan perangkap pertama yang dibuka shooter, setelahnya mereka akan menyampaikan ketertarikan kepada korban, berencana untuk memacari atau bahkan mengajak korban menikah. Selain lewat pesan langsung di Facebook, komunikasi shooter dengan para korban juga bisa beralih ke layanan pesan instan seperti WhatsApp. Di sinilah shooter dan korban juga kerap berkomunikasi melalui panggilan suara atau video. Meski berkomunikasi lewat panggilan suara atau video di dalam kamar tahanan, ada sejumlah upaya kamuflase yang dilakukan shooter untuk mengelabui korban. Nael dan Jalal menyebut bahwa ada upaya manipulasi suasana dan dekorasi ruangan yang kerap dibantu oleh HRD. “Pernah ada shooter yang manipulasi situasi ruangan lewat suara. Jadi ketika si shooter sedang ngobrol sama korban [lewat panggilan suara], dia [shooter] puter video suara perkantoran dari YouTube lewat HP lain yang dicolok ke speaker. Ada HRD juga yang pura-pura jadi atasan ngobrolin kerjaan sama si shooter,” sambung Nael. Jika Nael pernah menyaksikan upaya manipulasi para shooter dalam aspek auditif, lain hal dengan Jalal yang mengaku pernah melihat langsung bentuk manipulasi visual kamar operasi. “Ada satu kamar yang kelihatan bukan seperti penjara. Dipasangin gorden khusus layaknya kantor. Bahkan terdapat kamar yang ada mini bar di dalamnya,” timpal Jalal. Jalal juga menambahkan bahwa para shooter dan HRD juga sangat memperhatikan detail manipulasi visual kamar tahanan. “Pernah ada satu kamar yang jam dindingnya diatur Waktu Indonesia Timur [WIT] karena dia ngaku ke korbannya lagi dinas di Papua,” tambah Jalal. Setelah korban masuk pada perangkap, shooter biasanya akan mulai masuk pada tahap membujuk korban untuk mengirim sejumlah dana. Di tahap ini alasannya beragam tergantung motif dan persona awal si shooter saat menjaring korban. Nael dan Jalal merinci beberapa alasan atau bujukan shooter kepada korban untuk mulai mengirim sejumlah uang. Di antaranya ada modus penjamin. Alasan ini biasanya dipakai shooter ketika mengaku sebagai pekerja pelayaran yang akan keluar dari pekerjaannya. Setelah keluar dari pekerjaan, biasanya si shooter berjanji pada korban akan lekas menemui dan menikahinya. “Shooter akan bilang ke korban kalau dia butuh dana untuk menebus gaji senilai milyaran rupiah yang mengendap selama 5 tahun. Korban juga diminta untuk jadi penjamin yang nantinya menerima gaji itu. Biasanya, korban akan dihubungkan dengan HRD yang berpura-pura jadi atasan si shooter,” ungkap Nael. Itu hanya satu dari sekian alasan shooter meminta sejumlah uang kepada korban. Nael dan Jalal juga menyebut modus lain: semisal shooter yang butuh biaya untuk berobat ke rumah sakit mendadak karena mengalami sakit parah, atau butuh biaya transportasi untuk menemui korban. Setelah korban terbujuk oleh modus si shooter dan siap untuk mengirim sejumlah dana, shooter akan memberi nomor rekening atau akun dompet digital yang sudah dipersiapkan oleh CEO lewat kurir ATM. Ketika korban selesai mengirim dana yang diminta shooter, maka si shooter telah dianggap “putus”. Tentu nominal yang ditransfer korban beragam, sesuai dengan kesepakatan yang disetujui dengan si shooter. Setelah kerja dari Senin-Jumat, para tahanan di tiap kamar operasi bakal menerima gaji pada hari Sabtu dan Minggu ketika libur. Peran dan Jatah Petugas Lapas Tidak hanya para tahanan saja yang ada di rantai operasi kejahatan tipuan asmara di Rutan Kebonwaru. Petugas maupun pejabat Rutan Kebonwaru juga andil dalam rantai operasi. Mereka bahkan menjadi pihak yang meraup keuntungan materiil terbanyak dari kejahatan terorganisir ini. “Sipirnya memang membantu. Semisal untuk cetak dokumen tipu-tipu yang dibutuhkan buat meyakinkan korban,” ungkap Jalal. Jalal menyebut bahwa para shooter kerap meyakinkan korban-korbannya dengan mengirim identitas palsu atau hasil manipulasi dari identitas orang lain. Bentuknya beragam: mulai dari KTP, SIM, dan beberapa dokumen lain seperti surat dari perusahaan. Di Rutan Kebonwaru, Jalal menyebut ada 2 tempat yang biasa dipakai untuk proses cetak dokumen-dokumen palsu. “[Mesin] printer di dalam tuh cuma ada di kantor depan, di perpustakaan, sama di studio. Jadi di tiga tempat itu sering dipakai buat nge-print segala macam dokumen [untuk kejahatan tipuan asmara],” imbuh Jalal. Aktivitas tahanan ketika mencetak dokumen juga diketahui para petugas sipir Rutan Kebonwaru. Bahkan jika ada kebutuhan untuk mencetak dokumen yang tidak bisa dicetak di dalam Rutan karena spesifikasi mesin printer yang berbeda, petugas sipir Rutan Kebonwaru membantu mencetak di luar. Tugas mencetak dokumen untuk mengelabui korban persis seperti penugasan Kurir ATM, sama-sama berasal dari pihak luar rutan, atau bukan bagian petugas Rutan Kebonwaru. Pada saat gajian di Sabtu dan Minggu, para shooter bisa mendapat sekitar 30% dari total hasil “mutus” masing-masing. Untuk RT dan HRD mendapat bagian 40%. Sedangkan sisa 30% merupakan upeti untuk pejabat Rutan Kebonwaru. Nael menyebut bahwa Korve yang merupakan tangan kanan pejabat Rutan, akan berkeliling ke setiap kamar untuk menagih setoran hasil operasi, yang kemudian bakal diberikan pada para pejabat Rutan. “Jadi si Korve itu akan berkeliling tiap Sabtu-Minggu ke kamar-kamar. ‘Buat si Pak Anu’, ‘buat si Pak Anu’. Ada yang diamplopin. Ada yang langsung ngasih duit,” kenang Nael. Di luar jatah gajian per minggu, Jalal menambahkan, ada juga jatah harian yang disetor kepada petugas sipir antara hari operasi Senin sampai Jumat. “Itu petugas yang hitungannya pengamanan [patroli]. Sekali lewat gitu tuh kadang suka dikasih amplop sejuta-dua juta. Ada juga yang dua ratus atau tiga ratus ribu. Itu di luar yang per minggu,” imbuh Jalal. Nael dan Jalal tak mengetahui pasti besaran upeti ke setiap pejabat Rutan Kebonwaru. Namun mereka berdua menyebut bahwa jika dalam sepekan saja kejahatan tipuan asmara bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan juta rupiah. Selain setoran berbentuk uang panas, ada juga pejabat Rutan Kebonwaru yang memilih upeti berupa pembangunan fasilitas Rutan. Kendati demikian, Nael dan Jalal juga mengakui bahwa tidak semua pejabat Rutan Kebonwaru menerima upeti tunai dari kejahatan tipuan asmara. Ada juga pejabat yang menolak pungutan liar, dan ada pejabat yang mengganti jatah setoran dengan pembangunan fasilitas Rutan. “Dia [salah satu pejabat Rutan] mintanya feedback dalam bentuk lain gitu. Dia enggak rewel soal itu dan dia enggak mau nerima langsung [uang] buat pribadi. Dia suka minta dialihin ke yang lain: misal benerin sesuatu, beli sesuatu, buat lengkapin fasilitas Rutan,” kata Nael. Lebih lanjut, dalam kesaksian Nael, upeti dalam bentuk fasilitas biasanya digunakan untuk mengecat tembok blok Rutan. Upaya Menelusuri Lokasi Penipu Dari informasi yang kami dapat terkait identitas Khairul Amri yang dipakai oleh para tahanan Rutan Kebonwaru, kami kemudian menyisir data aduan yang masuk ke Waspada Scammer Cinta (WSC). WSC merupakan inisiatif komunitas yang sejak 2012 telah memerangi kejahatan tipuan asmara di Indonesia. Mereka menghimpun akun-akun bodong yang dipakai pelaku kejahatan tipuan asmara, sekaligus menghimpun pengaduan para korban yang mengalami kerugian materiil maupun nonmateriil. Termasuk menghimpun pengaduan korban yang tertipu oleh pelaku dengan identitas Khairul Amri. Dari data kerugian materiil korban yang telah melapor ke WSC oleh pelaku yang memakai identitas Khairul Amri, terhitung sejak tahun 2018 hingga Desember 2023 mencapai total Rp2,2 milyar. WSC saat ini masih menghimpun total kerugian oleh penipu yang memakai identitas Khairul Amri selama tahun 2024. Platform operasi para penipu yang memakai identitas Khairul Amri itu merentang mulai Facebook, Instagram, hingga aplikasi kencan daring. Sedangkan kerugian materiil korban individu juga beragam: dari Rp1 juta hingga Rp204 juta. Untuk membuktikan bahwa di Rutan Kebonwaru Bandung memang menjadi lokasi kejahatan tipuan asmara, Deduktif bekerja sama dengan ahli keamanan siber untuk mendapatkan titik koordinat para penipu. Pada 30 Juni 2024, kami menyamar sebagai penjual perangkat lunak AI-Deepswap China yang sekarang tengah memperluas jaringan distribusinya ke Indonesia. Dengan menyamar sebagai penjual perangkat lunak yang mampu mengubah tampilan wajah pengguna dalam panggilan video, kami memancing para penipu. Kami mengirim tautan perangkap berupa pesan penawaran berantai palsu, ke beberapa akun Facebook yang memakai identitas Khairul Amri. Setelah kami menyebar pesan penawaran berantai palsu itu, ada beberapa akun yang terpancing tautan perangkap yang sudah kami buat. Kami berhasil mendapat titik koordinat akurat pelaku. Salah satu dari mereka berada di koordinat lokasi ini google.com/maps/place/-6.9129524+107.6376305. Lokasi itu berada tak jauh dari Jalan Jakarta, Bandung. Koordinat itu mengarah ke salah satu blok yang berada di Rutan Kebonwaru. Tepatnya di blok kriminal, lantai 2 serta lantai 3 blok itu merupakan Blok E dan Blok F. Temuan ini selaras dengan informasi dari narasumber kami. Bahwa blok itu menjadi area operasi kejahatan tipuan asmara di Rutan Kebonwaru. Tidak Ada Pilihan Lain Selain Menipu Kami berupaya mendatangi Rutan Kebonwaru pada 1 Juli 2024 untuk meminta konfirmasi langsung terkait kejahatan tipuan asmara di sana. Pada saat mengunjungi Rutan Kebonwaru, petugas menyebut bahwa Kepala Rutan sedang tidak berada di tempat. Pihak Rutan Kebonwaru saat itu berjanji akan menginformasikan permintaan wawancara dalam tempo 2-3 hari ke depan. Namun hingga lewat dari 5 Juli 2024, tak ada kabar dari pihak Rutan Kebonwaru. Kami juga telah mengirim surel permintaan wawancara kepada Humas Rutan Kebonwaru dan ke alamat surel resmi Rutan Kebonwaru pada 6 Juli 2024. Namun hingga laporan ini tayang, pihak Rutan Kebonwaru masih belum memberi jawaban. Pada 15 Juli 2024, kami akhirnya menghubungi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham lewat sambungan telepon untuk meminta konfirmasi. Mereka menolak memberikan penjelasan. Pihak Ditjenpas justru menghimbau kami untuk langsung mengirim pengaduan ke alamat surel dan hotline WhatsApp mereka terkait temuan liputan. Selain karena terpaksa masuk dalam lingkaran bisnis gelap para pejabat Rutan, biaya hidup yang tinggi selama menjadi tahanan, menjadi alasan lain kenapa banyak tahanan melakukan kejahatan tipuan asmara. “Kantin di dalam dimonopoli semua. Napi yang jualan bahan pokok dengan harga murah pun sampe masuk sel isolasi [Blok F] karena pihak yang memonopoli itu melapor ke Rutan,” kata Jalal. Harga bahan pokok di dalam dengan yang dijual eceran di luar Rutan, menurut Jalal begitu besar selisihnya. Misal saja, harga mie instan eceran berkisar Rp3 ribu per bungkus, di kantin Rutan Kebonwaru dijual dengan harga Rp10 ribu per bungkus. Kopi saset yang biasa dijual dengan harga Rp1 ribu-Rp2 ribu, di dalam Rutan Kebonwaru dijual dengan harga Rp5 ribu per saset. Bahkan air minum dalam kemasan besar yang biasa dijual di warung eceran seharga Rp5 ribu per botol, dijual dengan harga Rp15 ribu per botol. Meski begitu, para tahanan tidak punya akses membeli kebutuhan di luar Rutan. Mau tidak mau mereka mesti membeli dari vendor kantin, meski dengan harga mahal. Tidak hanya pihak swasta saja yang memonopoli bisnis kantin di Rutan Kebonwaru, Jalal menyebut bahwa beberapa pejabat Rutan juga membuka kantin yang menyediakan kebutuhan para tahanan. “Mereka [pejabat Rutan yang membuka kantin] jualan makanan, sebutannya 'pasaran', Harganya dua sampai tiga kali lipat dari harga luar, dan itu terpaksa diambil. Nggak bisa nggak,” imbuh Jalal. Tak ada pilihan bagi mereka untuk bisa membeli segala macam kebutuhan selama di dalam, selain menghasilkan uang dari menipu orang lain. Jalal menyebut bahwa seringkali para tahanan juga melakukan tipuan asmara karena takut hukuman. Mereka yang tak bisa ‘mutus’ atau gagal menghasilkan uang dari kejahatan tipuan asmara, selalu dihukum dengan cara yang berbeda di setiap kamar. Mulai dari disuruh lari keliling lapangan hingga rambut yang dibotaki. “Bahkan ada yang ditusuk pahanya pakai sikat gigi yang sudah dibuat runcing,” tutup Jalal. Dalam pengakuan Nael dan Jalal, kejahatan tipuan asmara di Rutan Kebonwaru beberapa kali sempat kena inspeksi. Dalam kurun waktu 2020-2023, terdapat lima kali penilikan, namun hanya dilakukan oleh sesama petugas Rutan Kebonwaru. Penilikan paling besar salah satunya ada di tahun 2023, ketika kejahatan tipuan asmara di Kebonwaru berhasil menggaet korban istri anggota kepolisian Makassar. Sebanyak 14 pelaku narapidana, dipindah ke Nusakambangan. Kemudian di tahun 2023, ketika utasan dari akun Twitter (kini X) Partai Socmed membahas tentang kecanggihan kejahatan tipuan asmara di dalam lapas. Meski sudah terjadi beberapa kali inspeksi, kejahatan tipuan asmara di dalam Rutan Kebonwaru masih berlanjut hingga kini. Dalam studi berjudul “Filsafat Pemasyarakatan dan Paradoks Pemenjaraan di Indonesia” yang ditulis oleh kriminolog Iqrak Sulhin, ia menyebut bahwa kondisi kehidupan di penjara menciptakan deprivasi dan prisonisasi. Dua kondisi ini jadi pertimbangan pembaharuan hukuman di Indonesia menjadi filosofi pemasyarakatan. “Di dalam salah satu prinsip pemasyarakatan, negara tidak boleh membuat kondisi narapidana lebih buruk dibandingkan kondisi sebelum dirinya dipenjara,” tulis Iqrak. Tapi bukannya menjadi tempat yang meningkatkan kapabilitas dan kesejahteraan tahanannya, Rutan Kebonwaru justru menambah satu kejahatan terorganisir dan menjadi muasal bisnis gelap. Penulis dan Reporter: Fajar Nugraha Editor: Aditya Widya Putri